Archive

Archive for the ‘layanan publik’ Category

Mengurus Perpanjangan SIM Secara Online

SIM saya sudah mendekati akhir masa berlakunya. Sudah sejak awal tahun ini saya menyimak pengalaman beberapa teman mengurus perpanjangan SIM secara online. Saya tertarik untuk mencobanya.

Mulai awal bulan ini saya mengumpulkan informasi mengenai prosedurnya. Ada 3 aplikasi yang harus digunakan:

Read more…

Vaksinasi Lansia, Pendataan, dan Kerumitannya

Kemarin sudah tuntas keempat orang tua kami menjalani program vaksinasi COVID-19. Mereka mendapatkan vaksin di dua RS yang berbeda. Dari sedikit keterlibatan kami dalam proses yang berlangsung 1 bulan lebih itu (dari pendaftaran hingga tuntasnya vaksinasi yang kedua), ada beberapa hal yang saya catat.

Pendaftaran

Pendaftaran dilakukan secara elektronik dengan mengisi form online. Form online menggunakan produk Google. Ini sempat membuat kami bertanya-tanya apakah ini benar form yang resmi, karena data yang diisikan adalah data pribadi. Ternyata itu adalah form resmi.

Pengisian form membutuhkan ketelitian dan kecepatan (karena ternyata ada kuota – form ditutup saat kuota tahap 1 vaksinasi terpenuhi). Ini bisa menyulitkan warga lansia yang tidak terbiasa menggunakan produk teknologi informasi, terlebih jika mereka tidak memiliki anggota keluarga yang mendampingi atau membantu.

Situasi RS dan Pelaksanaan Vaksinasi

Tiap RS bisa berbeda prosedur pelaksanaan vaksinasinya. Di RS tempat mertua saya divaksinasi (sebut saja RS A), ada petugas satpam yang secara khusus melayani pengambilan nomor antrian. Nantinya satpam tersebut pula yang akan memanggil pasien berdasarkan nomor. Di RS tempat orang tua saya divaksinasi (sebut saja RS B), ada satpam yang melayani pengambilan nomor antrian untuk aneka macam layanan. Nantinya pemanggilan no urut antrian dilakukan oleh perawat di tempat terpisah.

Ruang pelaksanaan vaksinasi RS A berada di ruang basement yang terbuka tanpa AC. Sedangkan di RS B pelaksanaan vaksinasi ada di dalam gedung RS, dekat ruang IGD, dan dalam ruang tertutup berAC. Menurut saya, ruang tunggu RS A relatif lebih aman.

Di RS lain, ada yang mengirimkan pesan pendek (via SMS/WA) mengenai jadwal jam pelayanan vaksinasi pada H-1. Dengan demikian pada hari H, pasien dapat datang pada jam yang disebutkan dan tidak perlu mengantri dari pagi. Kebetulan baik di RS A maupun RS B tidak ada layanan seperti ini, sehingga pasien harus mengambil nomor antrian dari pagi lalu menunggu hingga dilayani. Pasien yang menunggu bisa mencapai puluhan/ratusan.

Di RS A, pada vaksinasi pertama dokter yang melayani vaksinasi ada satu orang saja, pada vaksinasi kedua ada dua orang dokter. Penyuntikan dilakukan di dekat area pendaftaran dan skrining. Di RS B, pada vaksinasi pertama dan kedua dokter yang melayani vaksinasi hanya satu orang. Penyuntikan dilakukan di ruang dokter yang tertutup dan berAC.

Masalah Data dan Aplikasi Peduli Lindungi

Sebelum vaksinasi pertama dilakukan, saya sudah membantu mereka untuk menginstall aplikasi Peduli Lindungi ke ponsel mereka. Instalasi disertai dengan pengisian data. Pengisian data tidak mudah, karena ada beberapa bagian form isian yang sulit dijangkau (tersembunyi – ukuran form tidak menyesuaikan ukuran layar perangkat).

Setelah data terisi, kami mendapati bahwa status mereka dalam aplikasi Peduli Lindungi “tidak terdaftar”, meski pada kenyataannya saat itu data mereka sudah diisikan pada form pendaftaran (yang saya jelaskan di awal tadi). Baru setelah vaksinasi pertama, data kedua mertua saya muncul dalam aplikasi tersebut. Beda halnya dengan data kedua orang tua saya, yang bahkan hingga setelah selesai vaksinasi kedua tetap tidak muncul dalam aplikasi.

Dari pengalaman orang-orang lain yang telah mengikuti vaksinasi, kami tahu bahwa dari aplikasi bisa diunduh sertifikat vaksinasi. Mertua saya mendapatkannya dari link yang dikirimkan via SMS, tidak melalui aplikasi. Sedangkan orang tua saya tidak bisa mendapatnya, karena data pendaftaran saja tidak muncul di dalamnya, mereka juga belum menerima SMS/WA. Dengan demikian, satu-satunya bukti bahwa mereka telah menerima vaksinasi hanya kartu vaksinasi yang ditulis tangan. Sempat ada kesalahan tulis data pada kartu vaksinasi orang tua saya. Koreksi juga dilakukan secara manual: coret lalu tulis ulang.

Saya sempat bertanya pada petugas di RS B mengenai mengapa data orang tua saya tidak muncul pada aplikasi Peduli Lindungi. Petugas menjelaskan bahwa data dalam aplikasi tersebut belum tentu valid. Lebih jauh lagi, ia menunjukkan bahwa data ayah saya tidak muncul pada aplikasi vaksinasi PCare BPJS Kesehatan, meskipun kedua orang tua saya terdaftar sebagai anggota dan pernah menggunakan layanannya sebelumnya. Kasus ini terjadi pada banyak pasien vaksinasi.

Saya membayangkan betapa rumitnya pengolahan datanya nanti jika seperti ini.. Ini masih di kota besar. Bagaimana dengan di pelosok sana? PR besar untuk pengelola data kesehatan kita.

Di ujung tulisan ini, ada satu hal yang ingin saya garisbawahi: program vaksinasi ini adalah kegiatan yang luar biasa. Melibatkan banyak orang dengan aneka peran dan tanggung jawab masing-masing serta melibatkan pertukaran data dan koordinasi antar lembaga besar. Dengan segala kekurangan yang ada, bahwa program ini bisa berlangsung sampai saat ini, seluruh pihak yang terlibat patut mendapatkan apresiasi dan dukungan termasuk kritik dan saran, dengan disertai harapan program ini bisa tuntas hingga akhir.

Belajar soal adab dari Pak Majid

Dalam sebuah pertemuan koordinasi petugas loket pendaftaran dan kasir puskesmas yang dipimpin Pak Majid, kepala puskesmas, siang tadi, saya mencuri dengar pembicaraan yang menarik.

Ada banyak kasus di puskesmas, saat pelajar mendaftarkan diri ke loket pendaftaran puskesmas untuk memperoleh layanan kesehatan, mereka diminta oleh petugas loket untuk menunjukkan surat pengantar dari sekolah, untuk memastikan bahwa mereka adalah benar pelajar (sekalipun mereka ke puskesmas masih mengenakan seragam sekolah). Para petugas loket berdalih, ini agar tarif jasa kesehatan khusus pelajar tidak disalahgunakan.

Pak Majid menanggapinya dengan sangat menarik. Ini yang beliau katakan:
“Apakah kita sudah kalah beradab dengan kondektur bus kota? Pernahkah kondektur bus meminta surat pengantar dari sekolah pada para pelajar yang jadi penumpang bus? Bagaimana jika putra-putri bapak ibu yang masih bersekolah diminta surat seperti itu ketika mau naik bus?”

Catatan kecil seputar GCOS (Global Conference on Open Source), 26-27 Oktober 2009 (bag 3)

Pada hari kedua GCOS, saya dan Mas Jojok hadir pada Workshop 141, yang memasang tema “FOSS for Health”. Mas Jojok mendapat bagian untuk ikut berbicara pada sesi kedua, dimana ia diminta untuk menceritakan pengalamannya berkeliling dan mengimplementasikan Simpus ke banyak puskesmas. Dari pengamatan saya, pembicara yang ada sebagian berasal dari kalangan akademis, hanya ada satu yang berasal dari kalangan birokrat (Pak Untung dari Pusdatin Depkes), dan satu yang lain lagi dari kalangan freelancer, Mas Jojok sendiri. Oh ya, terlewat satu, ada Mas Yudhi Yuswaldi yang datang dari RS Pertamina Jaya, yang telah mengimplementasikan sebuah HIS di sana.

Read more…

Kualitas Layanan Telekomunikasi (lanjutan)

Beberapa waktu yang lalu, saya menceritakan masalah saya dengan nomor telepon saya. Seperti yang sudah saya jelaskan juga, masalah teknisnya sudah diselesaikan. Waktu itu, muncul kekuatiran akan adanya kesalahan dalam penagihan. Ternyata, ketika saya membayar tagihan telepon, kekuatiran saya itu terbukti benar. Ada sambungan pembicaraan telepon yang tidak saya lakukan (jelas tidak, karena sambungan telepon itu terjadi pada saat terjadinya masalah tersebut) namun ditagihkan kepada saya. Secara nominal, bagi saya kelebihan tagihan itu relatif tidak besar (bukan sombong lho). Hanya saja, waktu saya melaporkan masalah teknis itu dulu, saya ditenangkan oleh CSO yang ada di Plaza Telkom bahwa kesalahan penagihan pasti tidak akan terjadi, karena kapan kesalahan teknis itu dimulai dan diselesaikan dapat diketahui; sehingga ketika benar ada kesalahan penagihan, jengkel juga saya.

Pada saat membayar tagihan, saya langsung melunasi semuanya, dan kemudian saya langsung mengajukan keberatan dengan menceritakan kronologisnya pada petugas di loket (petugasnya beda dengan CSO yang saya sebut di atas, jadi saya perlu bercerita ulang). Dari awal, si petugas sudah menyatakan bahwa pengurusannya bisa butuh waktu sampai seminggu. Saya tidak mempermasalahkan hal itu, jadi proses pengajuan keberatan dilanjutkan, dan keberatan saya itu dilaporkan ke kantor Telkom pusat.

Terus terang saya tidak berharap banyak bahwa masalah kesalahan tagihan ini akan segera dapat diselesaikan. Namun, keesokan harinya, saya dihubungi oleh petugas dari kantor Telkom, yang menyatakan bahwa memang betul terjadi kesalahan, dan pengembalian kelebihan tagihan sudah bisa diambil. Hebat juga ternyata! 🙂

Harapan saya, kinerja yang baik atas penanganan keluhan pelanggan dapat dilanjutkan oleh Telkom (dan badan penyelenggara layanan publik yang lain). Bahkan semoga kesalahan teknis (yang menjadi awal mula permasalahan ini) dapat terus dihindari.

Kualitas layanan telekomunikasi

Kemarin sore koneksi Telkom Speedy saya bermasalah, tidak bisa terhubung ke internet. Modem sudah menyala, setting tidak ada yang berubah, tetapi koneksi tak kunjung berhasil dilakukan. Padahal, pagi harinya koneksi masih berjalan lancar.

Sesiangan kemarin, saya ada acara di luar. Sepulangnya ke kantor, saya mendapat laporan dari rekan programmer di situ bahwa ada banyak telepon salah sambung yang masuk, katanya mencari kantor kargo. Kejadian semacam itu sudah beberapa kali terjadi (telepon salah sambung), tapi tidak sering. Saya tidak berpikir lebih jauh lagi soal ini, dan mengabaikan informasi itu. Sampai malamnya, koneksi Telkom Speedy belum jalan juga.

Pagi hari ini, saya menghubungi CS Telkom Speedy untuk melaporkan masalah pada koneksi tersebut. Laporan saya diterima dengan baik, dan dijanjikan akan segera dihubungi oleh teknisinya untuk penyelesaian masalah ini. Sayangnya hingga saat ini (malam harinya), saya belum dihubungi oleh mereka.

Siangnya, terpikir dalam benak saya untuk mencoba menghubung-hubungkan semua informasi yang ada: koneksi internet (yang berjalan via kabel telepon) bermasalah dan ada banyak telepon salah sambung yang masuk. Mendadak muncul pemikiran gila: jangan-jangan nomor telepon saya berubah? Segera saya coba menghubungi nomor handphone saya dengan menggunakan telepon kantor. Hasilnya? Ternyata pemikiran gila itu tadi BENARRRR!!!!! Nomor telepon yang masuk ke handphone saya bukan nomor telepon kantor saya!!! Jelas saja saya tidak bisa menggunakan Telkom Speedy!!

Segera saya menghubungi CS Telkom untuk melaporkan masalah ini. Laporan saya diterima dengan baik, dan dijanjikan akan diatasi dalam waktu 3 x 24 jam (lama benar???). Setelah selesai melaporkan masalah ini, baru terpikir oleh saya konsekuensi-konsekuensi yang mungkin muncul dari masalah ini. Bisa-bisa tagihan telepon saya membengkak, gara-gara pemakaian dari pihak lain (yang mendapat nomor telepon saya) ditagihkan ke saya.  Besok saya akan pergi ke kantor Telkom untuk mencoba mendapat penyelesaian segera.

Yang saya herankan dari kejadian ini adalah, bagaimana bisa kesalahan fatal semacam ini bisa terjadi? Hal konyol, tapi bisa sangat merugikan pelanggan. Semakin dipikir, semakin tidak percaya rasanya ada kesalahan semacam ini.Harapan saya, semoga masalah ini segera selesai, tanpa ada konsekuensi yang parah. 

Update 31 Jan 2009, 14.30:

Genap setelah 2 hari sejak munculnya masalah ini, masalah ini sudah teratasi dengan baik. Terimakasih kepada para teknisi. Semoga masalah konyol semacam ini tidak terulang lagi. Sekarang saya tinggal menunggu apakah tagihan telepon bulan depan ada masalah atau tidak. Semoga tidak.