Vaksinasi Lansia, Pendataan, dan Kerumitannya
Kemarin sudah tuntas keempat orang tua kami menjalani program vaksinasi COVID-19. Mereka mendapatkan vaksin di dua RS yang berbeda. Dari sedikit keterlibatan kami dalam proses yang berlangsung 1 bulan lebih itu (dari pendaftaran hingga tuntasnya vaksinasi yang kedua), ada beberapa hal yang saya catat.
Pendaftaran
Pendaftaran dilakukan secara elektronik dengan mengisi form online. Form online menggunakan produk Google. Ini sempat membuat kami bertanya-tanya apakah ini benar form yang resmi, karena data yang diisikan adalah data pribadi. Ternyata itu adalah form resmi.
Pengisian form membutuhkan ketelitian dan kecepatan (karena ternyata ada kuota – form ditutup saat kuota tahap 1 vaksinasi terpenuhi). Ini bisa menyulitkan warga lansia yang tidak terbiasa menggunakan produk teknologi informasi, terlebih jika mereka tidak memiliki anggota keluarga yang mendampingi atau membantu.
Situasi RS dan Pelaksanaan Vaksinasi
Tiap RS bisa berbeda prosedur pelaksanaan vaksinasinya. Di RS tempat mertua saya divaksinasi (sebut saja RS A), ada petugas satpam yang secara khusus melayani pengambilan nomor antrian. Nantinya satpam tersebut pula yang akan memanggil pasien berdasarkan nomor. Di RS tempat orang tua saya divaksinasi (sebut saja RS B), ada satpam yang melayani pengambilan nomor antrian untuk aneka macam layanan. Nantinya pemanggilan no urut antrian dilakukan oleh perawat di tempat terpisah.
Ruang pelaksanaan vaksinasi RS A berada di ruang basement yang terbuka tanpa AC. Sedangkan di RS B pelaksanaan vaksinasi ada di dalam gedung RS, dekat ruang IGD, dan dalam ruang tertutup berAC. Menurut saya, ruang tunggu RS A relatif lebih aman.
Di RS lain, ada yang mengirimkan pesan pendek (via SMS/WA) mengenai jadwal jam pelayanan vaksinasi pada H-1. Dengan demikian pada hari H, pasien dapat datang pada jam yang disebutkan dan tidak perlu mengantri dari pagi. Kebetulan baik di RS A maupun RS B tidak ada layanan seperti ini, sehingga pasien harus mengambil nomor antrian dari pagi lalu menunggu hingga dilayani. Pasien yang menunggu bisa mencapai puluhan/ratusan.
Di RS A, pada vaksinasi pertama dokter yang melayani vaksinasi ada satu orang saja, pada vaksinasi kedua ada dua orang dokter. Penyuntikan dilakukan di dekat area pendaftaran dan skrining. Di RS B, pada vaksinasi pertama dan kedua dokter yang melayani vaksinasi hanya satu orang. Penyuntikan dilakukan di ruang dokter yang tertutup dan berAC.
Masalah Data dan Aplikasi Peduli Lindungi
Sebelum vaksinasi pertama dilakukan, saya sudah membantu mereka untuk menginstall aplikasi Peduli Lindungi ke ponsel mereka. Instalasi disertai dengan pengisian data. Pengisian data tidak mudah, karena ada beberapa bagian form isian yang sulit dijangkau (tersembunyi – ukuran form tidak menyesuaikan ukuran layar perangkat).
Setelah data terisi, kami mendapati bahwa status mereka dalam aplikasi Peduli Lindungi “tidak terdaftar”, meski pada kenyataannya saat itu data mereka sudah diisikan pada form pendaftaran (yang saya jelaskan di awal tadi). Baru setelah vaksinasi pertama, data kedua mertua saya muncul dalam aplikasi tersebut. Beda halnya dengan data kedua orang tua saya, yang bahkan hingga setelah selesai vaksinasi kedua tetap tidak muncul dalam aplikasi.
Dari pengalaman orang-orang lain yang telah mengikuti vaksinasi, kami tahu bahwa dari aplikasi bisa diunduh sertifikat vaksinasi. Mertua saya mendapatkannya dari link yang dikirimkan via SMS, tidak melalui aplikasi. Sedangkan orang tua saya tidak bisa mendapatnya, karena data pendaftaran saja tidak muncul di dalamnya, mereka juga belum menerima SMS/WA. Dengan demikian, satu-satunya bukti bahwa mereka telah menerima vaksinasi hanya kartu vaksinasi yang ditulis tangan. Sempat ada kesalahan tulis data pada kartu vaksinasi orang tua saya. Koreksi juga dilakukan secara manual: coret lalu tulis ulang.
Saya sempat bertanya pada petugas di RS B mengenai mengapa data orang tua saya tidak muncul pada aplikasi Peduli Lindungi. Petugas menjelaskan bahwa data dalam aplikasi tersebut belum tentu valid. Lebih jauh lagi, ia menunjukkan bahwa data ayah saya tidak muncul pada aplikasi vaksinasi PCare BPJS Kesehatan, meskipun kedua orang tua saya terdaftar sebagai anggota dan pernah menggunakan layanannya sebelumnya. Kasus ini terjadi pada banyak pasien vaksinasi.
Saya membayangkan betapa rumitnya pengolahan datanya nanti jika seperti ini.. Ini masih di kota besar. Bagaimana dengan di pelosok sana? PR besar untuk pengelola data kesehatan kita.
Di ujung tulisan ini, ada satu hal yang ingin saya garisbawahi: program vaksinasi ini adalah kegiatan yang luar biasa. Melibatkan banyak orang dengan aneka peran dan tanggung jawab masing-masing serta melibatkan pertukaran data dan koordinasi antar lembaga besar. Dengan segala kekurangan yang ada, bahwa program ini bisa berlangsung sampai saat ini, seluruh pihak yang terlibat patut mendapatkan apresiasi dan dukungan termasuk kritik dan saran, dengan disertai harapan program ini bisa tuntas hingga akhir.