Archive

Archive for the ‘pekerjaan’ Category

2006

Hari Senin kemarin ada pesan masuk ke ponsel saya. Isi pesannya begini:

“Slm mlm mas Albert. Maaf mengganggu. Kapan ada waktu memperbaiki program di Klinik saya? Tks”

Pengirimnya adalah seorang dokter, yang sudah lama menggunakan aplikasi yang saya buat. Saya menyanggupi datang ke klinik beliau sore ini tadi.

Saya ingat bahwa aplikasi itu sudah lama sekali saya buat, dan ada sekitar 5 kali beliau atau admin kliniknya menghubungi saya untuk konsultasi saat mereka mengalami kesulitan, entah PCnya atau printernya bermasalah. Bahwa beliau menghubungi saya berarti aplikasi saya masih mereka gunakan.

Ketika tadi saya datang ke klinik beliau, saya takjub melihat bahwa PC dan aplikasi saya di dalamnya masih ada lengkap dengan datanya. Pada aplikasi saya ada penanda tahun buatannya, 2006. PC bersih dan rapi, lengkap dengan sistem operasinya: Windows XP.

Beliau menyampaikan bahwa tiap hari beliau masih mengisikan data pasien ke dalamnya. Sudah ada puluhan ribu data pasien di situ. Hanya ada sedikit kendala: si admin klinik lupa passwordnya. Sambil saya bantu mengatur ulang password si admin, kami berbincang ringan mengenai kemungkinan upgrade aplikasi.

Saya senang mendapati bahwa aplikasi yang sudah lama sekali saya buat, masih terus bermanfaat untuk penggunanya.

Categories: bisnis, IT, pekerjaan

Ide itu gratis..

Sekitar 8 tahun yang lalu, saya dan beberapa teman mempunyai ide untuk membuat sebuah software manajemen parkir. Berbeda dengan software sejenis yang saat itu mulai marak digunakan, terutama di daerah Jateng – DIY, software yang kami buat itu menambahkan beberapa fitur yang dalam pengamatan kami belum digunakan di software sejenis yang lain. Salah satu dari fitur itu adalah karcis parkir dengan barcode, tanpa mencantumkan nomor polisi kendaraan yang diparkir. Karcis parkir yang mencantumkan nomor polisi akan sangat memudahkan orang untuk mencuri kendaraan kita. Karcis parkir itu adalah kunci penentu berhasilnya seorang pengendara mengeluarkan kendaraannya dari lahan parkir. Nomor polisi yang tercantum jelas, memudahkan orang lain (katakanlah pencuri karcis) yang memegang karcis parkir itu untuk menemukan kendaraan kita.

Software itu sudah dirancang dengan baik, dengan mempertimbangkan berbagai skenario yang mungkin muncul, misalnya karcis hilang, petugas gerbang masuk salah ketik nomor polisi, dll. Dalam kondisi terbatas, software itu sudah diujicoba, meski tentunya tidak dalam situasi nyata. Kecepatan proses pemberian karcis di gerbang masuk dan juga penerimaan pembayaran di gerbang keluar, semua sudah diperhitungkan, dan menghasilkan angka tunggu yang layak bagi para pengantre lahan parkir. Kekurangannya cuma satu: sangat sulit menemukan perusahaan pengelola lahan parkir yang bersedia mempercayai kualitas software buatan anak-anak muda dari antah berantah Yogya. Keberanian sudah dikumpulkan untuk akhirnya mencoba menghubungi berbagai perusahaan pengelola lahan parkir dan meminta waktu pihak manajemen untuk melihat presentasi dan demo software kami, namun tak satupun tembus. Beberapa eksemplar proposal juga sudah sempat dikirimkan, tapi tak ada balasan. Kami sepenuhnya menyadari, mengirimkan proposal yang menjelaskan secara sekilas beberapa fitur kunci yang kami tawarkan tentulah mengandung resiko: ide dibajak, tapi tak ada jalan lain untuk menawarkan produk kami tanpa melalui langkah itu.

Akhirnya, kami tak pernah mendapat satupun kesempatan untuk mempresentasikan software itu.

Beberapa bulan yang lalu, saya mendapati karcis parkir sebuah mal sudah mengimplementasikan ide kami dulu itu: karcis parkir yang tidak mencantumkan nomor polisi, dan menampilkan barcode sebagai gantinya. Beberapa minggu setelahnya, saya mendapati karcis parkir sebuah mal yang lain juga menggunakan model karcis parkir yang sama. Sambil tersenyum, saya cuma berkata di dalam benak, “Rupanya ide kami terlalu awal 8 tahun.”

Ide itu sesuatu yang gratis. Siapa saja bisa mendapat ide yang sama. Saya yakin bahwa kemungkinan besar kami bukanlah yang pertama kali menemukan ide itu, meski mungkin kami termasuk beberapa orang yang paling awal memikirkannya. Tapi, meski ide gratis, orang butuh daya upaya, butuh kemampuan, dan butuh kesempatan untuk mewujudkan dan menerapkannya. Satu hal yang kurang dari kami waktu itu adalah kesempatan. Pintu kesempatan belum terbuka bagi kami.

Tapi tentu saja, itu bukan berarti akhir dari segala-galanya. Kami mendapatkan pengalaman yang menarik terkait software manajemen parkir itu. Kami belajar banyak memikirkan berbagai skenario dalam pengelolaan lahan parkir. Kami belajar untuk berani menawarkan apa yang kami punya, mencoba mengetuk pintu-pintu yang asing bagi kami. Kami belajar menerima penolakan. Kami belajar banyak trik pemrograman baru saat membuatnya. Mungkin kami belum cukup keras berusaha, belum cukup ngotot dan berani mengetuk lebih banyak pintu lagi.

Anda punya ide? Jangan terburu gembira dulu dengan membayangkan bahwa mungkin Andalah orang pertama yang mendapatkan ide itu. Masih butuh banyak keringat untuk mewujudkannya menjadi sesuatu yang benar-benar berarti. Selamat berjuang.

Categories: bisnis, IT, pekerjaan Tags: , , ,

Mendayagunakan sebuah server yang setahun lebih menganggur

Hari ini, bersama Mas Jojok, saya mengunjungi kantor Dinas Kesehatan di sebuah kabupaten. Kunjungan kami bertujuan untuk mencoba mendayagunakan sebuah server milik Dinas Kesehatan Kabupaten tersebut, yang telah menganggur selama lebih dari satu tahun.

Lebih dari setahun? Menganggur?

Ya, demikianlah kenyataannya. Saya tidak begitu paham detil cerita awal proyeknya, tapi secara garis besar, server tersebut disediakan bersamaan dengan dibangunnya beberapa puluh tower yang tersebar di tiap puskesmas pada kabupaten tersebut. Jaringan besar (dan mahal, sepertinya) tersebut dibangun, dengan harapan akan ada data kesehatan yang akan mengalir melaluinya. Entah mengapa aliran data kesehatan tersebut tak kunjung dilewatkan jaringan yang sudah siap. Belakangan malah jaringan tersebut (hanya) digunakan untuk mengakses internet. Mengakses internet untuk keperluan apa, saya sendiri tidak begitu paham.

Itu sekelumit latar belakang ceritanya. Sekarang soal petualangan kami hari ini.

Kami datang ke sana untuk menginstall Simkes (Sistem Informasi Manajemen Kesehatan – aggregator data Simpus, yang memang dirancang untuk diletakkan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) di server yang lama menganggur tersebut. Server diletakkan dalam sebuah rak yang dilengkapi pendingin. Wow! Saya belum pernah melihat yang seperti ini, apalagi di sebuah kantor Dinas Kesehatan. Di dalam rak yang sama, selain server, terdapat pula mesin router Mikrotik (yang digunakan untuk mengatur jalur ke dunia luar, ke internet), perangkat UPS, dan sebuah monitor LCD. Ternyata monitor LCD itu tidak terhubung ke perangkat apapun, tergeletak menganggur di situ selama ini. Dengan bercanda, saya sempat berkomentar bahwa saya bersedia menampung monitor itu bila tidak digunakan di situ :)

Kami disodori secarik kertas berisi diagram jaringan yang telah digelar. Tapi di situ tidak dijelaskan IP servernya, juga tidak tersedia cara mengaksesnya, termasuk spesifikasi instalasinya juga. Dari traceroute terlihat bahwa akses internet tidak melalui si server, karena dari komputer client dalam jaringan, koneksi langsung menuju Mikrotik, dan setelah itu langsung menuju internet. Tidak mampir ke mana2 lagi dalam jaringan itu. Petugas dinkes mencoba menghubungkan kami dengan vendor yang dulu melakukan instalasi dan setting jaringan. Setelah melalui beberapa kali “ping pong” dan waktu tunggu lebih dari satu jam kemudian, akhirnya kami mendapat informasi IP server, OS server, user dan password yang dapat digunakan untuk mengaksesnya.

OS yang digunakan pada server adalah CentOS, OS yang asing buat saya. CentOS dijalankan secara virtual. Entah mengapa dibuat demikian, saya tidak tahu. Apache, MySQL, dan PHP telah terinstall. Tapi yang aneh, package PHP-MySQL belum terinstall. Dari beberapa referensi di internet, saya mendapati bahwa itu adalah salah satu keanehan CentOS. Package PHP-MySQL dengan mudah terinstall. Tak berapa lama kemudian, Simkes juga selesai terinstall. Simkes telah siap menerima kiriman data dari puskesmas.

Pertanyaan yang tersisa buat saya tetaplah: mengapa bisa terjadi yang seperti ini? Server menganggur. Jaringan menganggur, baru belakangan digunakan, itupun hanya untuk mengakses internet (yang sebetulnya cukup menggunakan modem usb yang belakangan ini makin murah, tidak perlu menggelar sekian puluh tower). Saya tidak tahu. Tapi bahwa kami (saya dan Mas Jojok) mendapat kesempatan untuk membantu mereka mendayagunakan server dan jaringan tersebut, adalah hal yang menggembirakan kami 🙂

Categories: pekerjaan, simpus Tags: , ,

Memandu perbaikan database Simpus secara remote, dengan operator awam

Minggu lalu, terjadi masalah kegagalan proses restore data di salah satu puskesmas di kota Magelang. Puskesmas tersebut, Puskesmas Magelang Tengah, menggunakan Simpus Web. Akibat dari kegagalan proses restore data ini, data yang ada di dalam database tidak lagi utuh. Ada sebagian data yang tidak lengkap. Tentu saja karena kondisi ini Simpus Web tidak dapat berjalan sempurna. Penyebab kegagalan proses restore sudah diidentifikasi dan sudah dibuatkan patch perbaikannya.

Mengapa sampai terjadi masalah kegagalan restore adalah topik menarik, dan mungkin akan saya bahas pada posting lain. Yang ingin saya ceritakan saat ini adalah bagaimana saya secara remote via telepon memandu dr. Majid (Kapus Puskesmas Magelang Tengah) untuk memulihkan database yang rusak tersebut.

Pak Majid adalah pengguna komputer yang cukup cakap. Operasional dasar komputer dan aplikasinya, termasuk Simpus Web, beliau kuasai. Tapi untuk mengakses server, masuk ke database, menghapus dan memuat ulang data backup yang tersedia, beliau belum berpengalaman sama sekali. Saat terjadi masalah tersebut, saya belum dapat datang ke lokasi untuk membenahinya secara langsung. Saya bersedia memandu proses tersebut, dan kebetulan Pak Majid (setelah dibujuk2 sedikit, hehehe) bersedia juga saya pandu.

Yang perlu dilakukan sebetulnya relatif sederhana, bagi mereka yang paham tentunya, yaitu memeriksa backup mana yang terbaru, menghapus database yang rusak, memuat data backup yang terlengkap dan terbaru, dan mengubah beberapa kode PHP untuk menanggulangi masalah serupa di kemudian hari. Aplikasi bantu yang digunakan adalah, WinSCP, PuTTY, dan phpMyAdmin.

WinSCP & PuTTY

WinSCP & PuTTY

Bermodalkan program telepon murah dari salah satu penyedia jasa telepon seluler, saya memandu Pak Majid via handphone. Oh ya, penting untuk diketahui pula bahwa Simpus Web diinstall di server Ubuntu, Pak Majid mengaksesnya dari komputer dengan Windows XP. Pertama-tama, Pak Majid saya minta untuk masuk ke server dengan menggunakan PuTTY. Untungnya saya mengingat user dan password yang dapat digunakan. Pak Majid berhasil masuk ke server, kemudian saya minta masuk ke folder tempat data backup disimpan. Perintah yang perlu diketikkan oleh Pak Majid saya diktekan satu per satu, bila perlu huruf per huruf. Saya hanya membayangkan saja apa yang tampil di layar komputer Pak Majid. Yang perlu kami ketahui pertama kali adalah, yang mana file backup yang terbaru. Dengan mengetikkan perintah “ls“, akan tampil daftar file yang ada. Ketika saya minta Pak Majid mencari data tanggal file, Pak Majid bingung. Pikir punya pikir, saya meralat perintahnya menjadi “ls -al”, agar data tanggal file muncul. File backup terbarunya ketemu!

Langkah selanjutnya adalah menghapus database yang ada dengan bantuan phpMyAdmin (selanjutnya saya sebut PMA, biar singkat). PMA sudah terinstall, dan Pak Majid saya pandu mengaksesnya dengan browser. Ternyata user dan password yang saya ingat salah. Wah gawat, pikir saya, bagaimana cara mendapatkan user dan password yang benar? Akhirnya saya teringat bahwa di salah satu file konfigurasi aplikasi Simpus Web terdapat data itu. Pak Majid saya minta menggunakan WinSCP (diawali dengan mengatur setting untuk dapat masuk ke server) untuk melihat salah satu isi file konfigurasi Simpus Web. Data user dan passwordnya ketemu! Dengan data tersebut, masuklah Pak Majid ke PMA, untuk dapat memilih database yang rusak dan menghapusnya. Layar tampilan PMA cukup simpel, tidak susah memandu Pak Majid untuk mengeksekusi langkah ini.

Untuk memuat data backup yang tadi telah diidentifikasi, Pak Majid kembali saya minta masuk ke server dengan PuTTY. Dengan perintah “mysql -u blablabla…” Pak Majid tinggal mengisikan password untuk mengeksekusi proses restore data secara manual ini. Sempat terjadi kebingungan ketika Pak Majid berusaha memasukkan password, tapi tidak menjumpai indikator apapun di layar yang menunjukkan bahwa password telah dimasukkan. Saya lupa memberitahu Pak Majid bahwa ketika password dimasukkan, memang tidak akan muncul indikator apapun. Kebingungan segera teratasi, data backup termuat.

Saat memandu Pak Majid untuk mengubah kode PHP, saya harus memastikan bahwa kode ditulis secara benar, dan ditulis pada tempat yang benar. Untuk memastikannya, saya minta Pak Majid untuk membacakan kode beberapa baris di atas dan beberapa baris di bawah tempat kode PHP tambahan ditempatkan. Sedikit repot, tapi cukup aman.

Akhirnya, setelah beberapa sesi panduan, Simpus Web dapat digunakan lagi untuk sementara. Setidaknya, input data dapat dilakukan dengan aman. Beberapa masalah yang masih tersisa, terkait dengan masalah restore data yang gagal, saya benahi beberapa hari kemudian saat saya pergi ke Magelang. Saat ini semuanya sudah berfungsi normal seperti sediakala.

Dari pengalaman ini, saya mendapatkan beberapa hal yang menarik:

  1. Dengan ketekunan, kekompakan, dan ketelitian, panduan secara remote mungkin dilakukan, termasuk dengan operator yang awam teknis, tapi cukup cakap mengoperasikan komputer.
  2. Pemandu harus dapat membayangkan secara utuh apa yang sedang dihadapi, baik dengan pengalaman sebelumnya yang ia miliki, juga dilengkapi dengan informasi yang detil dari operator.
  3. Ketersediaan akses internet pada kedua pihak amat membantu. Pada pengalaman kemarin, Pak Majid hanya memiliki akses internet di rumah, dan tidak di Puskesmas.
  4. Program telepon murah amat membantu 🙂

Buat Pak Majid, saya mengucapkan terimakasih untuk kesediaannya saya pandu 🙂 Jangan kapok ya Pak.

Menginstall Pidgin di Ubuntu 9.10… (tanpa koneksi internet)

Topik seperti ini kok dibahas? Bukannya tinggal buka Synaptic Package Manager, centang Pidgin (kalau belum ada di daftarnya, update dulu list package-nya), terus klik Apply? Betul, 100% gampang……. jika Anda punya koneksi internet di Ubuntu yang mau diinstalli Pidgin.

Ini malah lebih aneh lagi, sudah tidak punya koneksi internet, mau install Pidgin buat apa? Buat gaya2an aja?

(Orang sabar disayang Tuhan..)

Jadi ceritanya begini. Puskesmas2 sekota Magelang menggunakan Simpus Web, belakangan ini mereka menambah komputer2 baru, dengan sistem operasi Ubuntu 9.10. Sebelumnya, saat semua komputer di sana menggunakan Windows XP, mereka menggunakan Yak sebagai alat bantu komunikasi antar ruang. Karena Yak hanya dapat diinstall di Windows XP, saya sebagai salah satu pihak pengompor penggunaan Ubuntu harus ikut bertanggung jawab mencarikan pengganti Yak.

Sebentar… Jadi hubungannya dengan Simpus Web apa yah?

Mmmmm… Nggak ada ya?

Itu tadi niatnya numpang ngiklan aja sih… (ngaku) 🙂

Setelah mencari ke sana kemari, akhirnya mendapat informasi bahwa Pidgin dapat digunakan untuk komunikasi antar komputer dalam LAN. Segera setelah mendapat kabar itu, saya dengan gembira menuju ke situs resmi Pidgin, langsung ke bagian download untuk mencari paket installasi untuk Ubuntu. Eng ing eng.. Ternyata yang ada cuma petunjuk untuk menambahkan Pidgin dalam daftar paket Ubuntu, untuk kemudian didownload dan diinstall lewat package manager. Atau, bisa juga install dengan mengompile source code Pidgin.

Awalnya, saya ambil pilihan untuk mencoba compile dulu saja. Source Pidgin diperoleh. Kemudian.. masalah berikutnya mulai muncul. Untuk bisa mengompile Pidgin, banyak sekali dependensinya. Sampai tingkatan cucu saya coba cari dependensinya (maksudnya dependensi level ke 3), tidak habis2. Selalu saja ada paket instalasi yang butuh paket lain. Dan, paket2 dependensi ini saya download di komputer lain, karena saya cuma punya modem ZTE AC2726 nya Smart. Beda dengan modem Huaweinya Telkomflash, modem ZTE ini tidak langsung dikenali oleh Ubuntu. Jadi, saya download paket dependensi yang dibutuhkan Pidgin di komputer lain (dengan Windows XP), lalu dikopi ke Ubuntu, baru dicoba diinstall, kalo masih butuh lagi, cari lagi di komputer Windows XP. Total hingga saat saya menyerah dengan cara ini, saya sudah mengumpulkan lebih dari 30 paket instalasi.

Saya putuskan mencari cara agar si Ubuntu bisa pakai modem ZTE. Jadi, saya harus cari cara install modem ZTE dulu di Ubuntu. Ternyata, di internet bertebaran informasi soal ini, yang saya acu yang ini. Semua saya ikuti dengan lancar, sampai pada langkah “.. lalu jalankan usb_modeswitch ..”. usb_modeswitch sudah dijalankan, tapi tidak ada perubahan. Macet. Stress.

Dikutak kutik, dikutak kutik.. Ternyata jalan, dengan tambahan sudo: “sudo usb_modeswitch”. Sama juga dengan langkah terakhir, yang di acuan itu dituliskan “untuk konek ke internet jalankan perintah wvdial pada terminal..”, juga minta pake sudo. Mungkin user yang saya pakai tidak memiliki otoritas yang cukup untuk menjalankan kedua perintah itu.

Akhirnya, bisa juga internetan dengan ZTE AC2726 di Ubuntu 9.10. Singkat kata, paket instalasi Pidgin muncul di daftarnya Synaptic. Centang, dan jalankan. Pidgin terinstall.

Tapi tunggu..

Di sana ada beberapa komputer Ubuntu yang lain. Konyol rasanya kalau setiap kali mau install harus setting modem dulu.

Pikir punya pikir, tadi waktu muncul di Synaptic, yang dicentang adalah paket “pidgin” dan “pidgin-data”, kenapa tidak mencoba download langsung kedua paket itu, untuk kemudian langsung diinstall di komputer Ubuntu yang lain? Didownloadlah kedua paket itu, di sini dan di sini.

Dan ternyata, bisa!!

ubuntu-pidgin

Setelah menjalani banyak ketersesatan, akhirnya saya mendapati jalan yang lurus dan terang (halah!). Cukup download 2 paket itu, lalu install. Selesai.

Lalu bagaimana dengan cara setting Pidgin agar bisa dipakai untuk chat dalam LAN? Soal ini sudah banyak dibahas di internet. Bisa langsung dicari pakai google.

Categories: IT, pekerjaan Tags: , , , ,

5 tahun SIM Gudang Farmasi

Hari Jumat yang lalu, saya berkesempatan ke kantor UPT Gudang Farmasi Kab. Sleman untuk mengantar update SIM (Sistem Informasi Manajemen) Gudang Farmasi. Di sana, saya bertemu dengan Mas Ari, staf baru UPT Gudang Farmasi Sleman. Oleh Mbak Winarti, kepala UPT Gudang Farmasi, saya diminta menjelaskan cara penggunaan SIM Gudang Farmasi pada Mas Ari, yang akan membantu mengoperasikan SIM tersebut sehari2nya. Pada Mas Ari, saya mengawali penjelasan saya tentang sejarah perubahan2 pada SIM Gudang Farmasi, dan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan singkat tentang cara penggunaannya. Sejenak saya sadar, bahwa sudah kira2 5 tahun lamanya, SIM Gudang Farmasi itu bertengger di komputer itu, menerima data, dan membantu staf di kantor itu untuk mengambil keputusan serta membuat laporan.

5 tahun yang lalu, hingga sekarang..

Kira2 5 tahun yang lalu, saya bertemu dengan Ibu Hening (yang akrab saya sapa Bu Ning), kepala Gudang Farmasi saat itu (waktu itu belum UPT) dan Mbak Utami untuk menjelaskan cara penggunaan SIM Gudang Farmasi dan mendiskusikan beberapa aspek teknis. Sebelum itu, mereka mengandalkan catatan pada kartu stok sepenuhnya, sehingga cukup merepotkan bagi mereka setiap kali butuh menyusun laporan. Saya masih ingat benar, salah satu yang diharapkan Bu Ning dari saya adalah, agar saya terus mendampingi mereka, terutama untuk membantu mereka lagi bila ada kebutuhan2 baru atau muncul masalah2 kecil pada SIM Gudang Farmasi. Saya menjanjikan akan terus mendampingi mereka untuk memberikan bantuan bila diperlukan.

Saat itu, jumlah laporan yang dihasilkan oleh SIM Gudang Farmasi tidak lebih dari 10 macam saja. Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan bertambah. Jumlah laporan yang dihasilkan sudah bertambah menjadi lebih dari 20 macam. Laporan2 yang pada awalnya sekedar memenuhi kebutuhan formal, untuk laporan ke pihak lain, terutama Dinas Kesehatan Kabupaten, terus dikembangkan hingga mencakup pula laporan2 yang membantu mereka untuk memutuskan sesuatu.

Saatnya berubah

Aplikasi yang tadinya sederhana saja, terus berkembang menjadi sesuatu yang makin rumit, karena ditambah dan ditambal sana sini. Sampai pada suatu ketika, saya melihat bahwa aplikasi ini perlu didesain dan ditulis ulang, untuk mencakup semua fitur yang sudah ada, plus beberapa fitur baru, sekaligus untuk mengefisienkan kerja program, dengan jumlah data yang sudah sekian banyak. Ternyata staf Gudang Farmasi juga berpandangan serupa, sehingga kami akhirnya duduk bersama, membicarakan apa yang akan ditambah pada SIM Gudang Farmasi yang baru nanti.

Saat ini SIM Gudang Farmasi sudah beralih rupa, beberapa hal yang dulu sulit dicapai dengan framework yang lama (saat itu menggunakan patTemplate, sekarang menggunakan CakePHP), sekarang sudah disediakan. Fitur2 baru juga sudah ditambahkan. Data dari SIM yang lama sudah dikonversi untuk bisa masuk dalam SIM yang baru.

Beberapa catatan..

Dari 5 tahun perjalanan ini, ada hal yang cukup membuat saya bangga. Beberapa kali ada kunjungan dari daerah lain untuk “mengintip” aplikasi buatan saya itu. Bahkan SIM Gudang Farmasi itu pernah diminta kopinya oleh seorang konsultan WHO dari Australia (yang untungnya oleh staf Gudang Farmasi dilarang, dan ini didukung pula oleh Kadinkes Sleman saat itu). Saya tidak menyangka, aplikasi yang sederhana itu dilirik dan dianggap baik oleh pihak2 lain 🙂

Satu kata penting yang bisa saya tarik dari pengalaman 5 tahun ini adalah, komitmen. Tentu saja komitmen pengembang aplikasi (dalam hal ini saya) penting. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah komitmen dari pihak Gudang Farmasi yang didukung pula oleh Dinkes Sleman. Staf Gudang Farmasi selalu setia memberi masukan mengenai hal2 yang penting untuk diperbaiki dan ditambahkan. Kerjasama yang lama ini terus terjalin karena komitmen dari kedua pihak untuk terus memberikan yang terbaik. Saya senang, karena hingga saat ini saya masih bisa memenuhi harapan Bu Ning (yang tahun depan akan memasuki masa pensiun).

Ada beberapa hal yang masih menjadi impian kami untuk diwujudkan, yang selama ini masih sulit diwujudkan karena terkait pihak2 lain. Pertama, mengatur jadwal pengambilan obat dari puskesmas, agar pendataan pengeluaran obat bisa teratur juga. Kedua, membuat agar pelaporan dari pihak puskesmas bisa dilakukan secara digital, sehingga staf Gudang Farmasi tidak perlu menginput ulang laporan dari kertas (dari Puskesmas), ini untuk menekan kesalahan input dan tentu saja untuk mengurangi beban kerja mereka.

Saya berharap, suatu ketika impian2 ini bisa terwujud.

Perusahaan Jakarta Menggunakan Jasa Headhunter Singapura

Pagi tadi, saya menerima pesan dari seorang headhunter dari sebuah perusahaan Singapura. Intinya merasa tertarik dengan profil saya di LinkedIn, dan mengajak saya berkenalan untuk memperluas jaringan. Saya sih oke2 saja, tidak ada salahnya menambah kenalan. Saya sempat bertanya juga bagian mana dari profil saya yang baginya menarik. Terjadi saling membalas pesan. Ternyata ada perusahaan Jakarta yang membutuhkan seorang CIO (Chief Information Officer) / CTO (Chief Technical Officer), yang menggunakan jasanya untuk mendapatkan kandidat yang memenuhi kualifikasi. Kebetulan saya memang belum ada rencana untuk pindah karir, jadi saya menyatakan belum berminat atas peluang itu. Meski demikian, kami bersepakat untuk tetap saling kontak. Tapi bukan soal tawaran itu yang mau saya bahas sekarang.

Saya lebih tertarik pada fakta bahwa sebuah perusahaan Jakarta menggunakan jasa perusahaan Singapura untuk membantu mereka mencari kandidat untuk sebuah posisi di perusahaan mereka. Muncul sebuah pertanyaan besar di benak saya: apakah perusahaan Singapura memiliki informasi lebih baik tentang karakteristik kandidat yang diinginkan sebuah perusahaan Indonesia, tentang karakteristik tenaga kerja Indonesia (yang sekiranya sesuai dengan perusahaan Indonesia)? Jangan2 perusahaan Singapura itu memiliki data yang lebih baik dan lengkap tentang peta tenaga kerja profesional Indonesia, menyangkut tenaga profesionalnya sendiri ataupun pasar yang membutuhkan tenaga profesional itu? Kalo mau diperluas lagi, jangan2 banyak perusahaan Singapura yang memiliki informasi semacam itu?

Apakah sungguh sudah terlalu sulit bagi perusahaan Indonesia untuk mencari kandidatnya langsung di sini, baik melalui iklan ataupun perusahaan headhunter Indonesia, tanpa melalui perusahaan asing? Apakah mungkin juga tenaga profesional Indonesia lebih percaya pada tawaran2 perusahaan headhunter asing?

Catatan kecil seputar GCOS (Global Conference on Open Source), 26-27 Oktober 2009 (bag 2)

Saya hadir di GCOS sebagai anggota tim pengembangan Simpus (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas). Pada kenyataannya ada banyak Simpus yang beredar di kalangan puskesmas. Saya sendiri bergabung dengan tim Simpus yang merupakan hasil kreasi Raharjo, yang akrab saya panggil Mas Jojok. Simpusnya sendiri kondang di kalangan staf puskesmas sebagai Simpus Jojok 🙂

Read more…

Atas dan Umum

Ide posting ini diawali dari kejadian hari ini tadi. Siang tadi, saya pergi ke kantor sebuah badan universitas (sengaja tidak saya sebutkan di sini). Ceritanya, setahun yang lalu kantor itu memesan sebuah software sederhana untuk membantu mereka mencatat dan melaporkan data keuangan mahasiswa. Nah, hingga saat ini, kurang lebih setahun kemudian, saya sudah membantu mereka sebanyak 3 kali untuk menyesuaikan format cetakan slip setoran pembayaran mahasiswa (untuk SPP, BOP, dll). Sebetulnya saya sudah buat agar bagian nama dan nomor rekening tujuan dapat mereka sesuaikan sendiri, karena menurut saya adalah wajar mengasumsikan adanya pergantian pejabat di kantor tersebut, sehingga nama dan nomor rekening tujuan perlu bisa disesuaikan dengan mudah. Yang tidak saya duga adalah, perubahan sebanyak 3 kali itu adalah karena mitra bank yang bekerja sama dengan universitas tersebut berganti, sehingga secara umum format slip setorannya juga akan berbeda.

Mungkin bagi sebagian besar orang, ini perkara sepele dan sederhana. Tapi dari keterangan petugas di kantor tersebut saya mendapati bahwa pada semester lalu mereka sudah mencetak sekotak besar kertas slip lengkap dengan logo bank di sudut kiri atas, yang hingga saat sekarang ini masih terdapat sisa yang lumayan banyak. Artinya, ada dana, waktu, dan tenaga yang terbuang di balik kejadian ini. Ini masih ditambah pula cerita dari petugas lainnya yang menyatakan, memang sering terjadi perubahan format dan tata cara pelaporan administrasi di universitas tersebut. Tiap kali ada perubahan, ada pelatihan dan seminar yang harus dia ikuti. Waks, berarti ada lebih banyak lagi dana, waktu, dan tenaga yang terbuang, untuk hal yang tidak esensial.

Saya sering menjumpai kejadian2 sejenis ini, yang intinya mengubah sesuatu yang tidak esensial, yang memakan dana, waktu, dan tenaga. Waktu saya masih di sekolah menengah dulu, saya mengalami perubahan dari SMA menjadi SMU. Sampai sekarang, saya tidak memahami betul apa esensi perubahan itu. Yang saya tahu hanyalah, terjadi perubahan kata, perubahan singkatan, perubahan logo sekolah, perubahan kop surat dan amplop, perubahan stempel sekolah, perubahan seragam sekolah. Malah sekarang katanya sudah balik lagi dari SMU ke SMA. Apa ya beda Atas dan Umum dalam singkatan itu?

Menggunakan satu mesin Drupal untuk lebih dari satu situs (Drupal multisite)

Artikel ini bersumber dari pengalaman saya sendiri. Saya mengasumsikan pembaca artikel ini sudah mengenal apa itu Drupal, juga fungsi dan cara penggunaannya. Bagi mereka yang belum tahu dan ingin mengenal apa itu Drupal, dapat mengunjungi situs berikut: www.drupal.org.

Sudah kira-kira satu tahun terakhir ini, saya mengerjakan banyak proyek pembuatan website dengan Drupal. Tiap kali ada proyek Drupal baru, tiap kali itu pulalah saya menginstall mesin Drupal untuk tiap proyek tersebut. Belakangan memang saya sudah membuat satu master Drupal dengan isian modul yang sering saya gunakan (nantinya tinggal ditambah atau dihapus satu dua modul, sesuai kebutuhan), sehingga lebih menghemat waktu. Namun rasanya ini tidak cukup, karena ruang harddisk yang dibutuhkan untuk tiap proyek Drupal (dengan menggunakan master Drupal saya itu) cukup besar, antara 5 sampai belasan megabyte (tergantung kelengkapan modul yang dibutuhkan), itu belum termasuk file-file tambahan, misalnya gambar desain tampilan atau dokumen yang dibutuhkan oleh sebuah situs secara spesifik. Ruang harddisk sebesar itu tentunya tidak begitu berarti ketika kita berbicara tentang laptop atau pc kita sendiri. Saya merasa perlu menghemat ruang harddisk karena saya selalu menampilkan situs yang sedang saya kerjakan di subdomain situs saya. Dengan ruang harddisk yang tidak seleluasa laptop sendiri, ruang harddisk hosting jatah saya sudah tersita banyak ketika saya mengerjakan sekitar 3 situs secara simultan.

Saya sebelumnya sudah pernah mendengar tentang kemungkinan melakukan setting Drupal agar satu mesin Drupal dapat digunakan berbarengan oleh banyak situs yang berbeda-beda. Sekarang saatnya mencoba, pikir saya. Saya memulai dengan mencari artikel tentang ini di internet. Ternyata terdapat lumayan banyak (tidak ada yang berbahasa Indonesia, jadi mungkin artikel saya ini yang pertama 🙂 ), tinggal dicoba-coba mana yang berhasil untuk saya. Berikut ini adalah yang berhasil untuk saya.

Misalnya kita merencanakan akan menggunakan mesin Drupal untuk 3 situs: localhost/situs_a, localhost/situs_b, dan localhost/situs_c (untuk awalnya kita coba setting lokal dulu). Dengan struktur folder Drupal yang ada (dengan asumsi folder drupal kita namai: drupalbase), silakan tambahkan beberapa folder berikut:

sites/situs_a
sites/situs_a/files
sites/situs_a/modules
sites/situs_a/themes
sites/situs_b
sites/situs_b/files
sites/situs_b/modules
sites/situs_b/themes
sites/situs_c
sites/situs_c/files
sites/situs_c/modules
sites/situs_c/themes

Kemudian salin file settings.php (yang biasanya terdapat di folder sites/default) ke dalam folder berikut:

sites/situs_a
sites/situs_b
sites/situs_c

Sesuaikan isi settings.php dengan kondisi tiap situs.
Terlihat di sini, kita menambahkan satu set folder baru untuk masing-masing situs. Di dalam tiap folder situs_x, terdapat 3 subfolder lagi: files, modules, dan themes.

Folder files pada akan menggantikan fungsi folder files yang terdapat di root, jadi file-file milik situs_a nantinya akan disimpan di folder situs_a/files, dan bukan di folder files yang di root seperti biasanya. Nanti kita juga harus mengubah setting tentang folder files yang digunakan, di dalam Drupal.

Folder modules akan memperluas fungsi folder modules (yang berisi modul-modul default bawaan Drupal) dan folder sites/all/modules (yang biasanya digunakan untuk meletakkan modul-modul tambahan yang kita install sendiri). Harap diperhatikan: memperluas, dan bukan menggantikan; artinya semua modul yang terdapat di folder modules dan di sites/all/modules tetap dikenali dan berfungsi sebagaimana semula. Folder sites/situs_x/modules dapat kita gunakan untuk menampung modul-modul yang hanya diperlukan situs_x secara spesifik, dan tidak dibutuhkan situs lainnya.

Folder themes pada masing-masing folder situs_x akan menggantikan fungsi folder themes yang terletak di root.

Mengenai database, harap siapkan 3 database untuk ketiga situs tersebut, dengan isi database sama dengan database hasil instalasi awal.

Nah, sekarang kita akan mengedit isi file: c:windowssystem32driversetchosts (backup dulu sebelumnya – untuk Linux, rasanya ada juga file yang setara dengan ini, tapi saya tidak ingat persis nama dan letaknya). Secara default, biasanya file tersebut sudah berisi:

127.0.0.1       localhost

Kita akan menambahnya dengan baris-baris berikut:

127.0.0.1       situs_a
127.0.0.1       situs_b
127.0.0.1       situs_c

Jika semua setting sudah benar kita lakukan, maka kita dapat melakukan akses ke masing-masing situs dengan menggunakan URL sebagai berikut:

situs_a/drupalbase
situs_b/drupalbase
situs_c/drupalbase

Lalu, bagaimana melakukan setting agar komputer lain yang terhubung dengan pc kita dapat pula mengakses situs-situs tersebut?
1/ Gunakan IP statis untuk komputer Anda.
2/ Edit file hosts yang terletak pada komputer lain yang ingin mengakses situs-situs kita, tambahkan entri seperti di atas tadi, hanya untuk IPnya harap disesuaikan dengan IP statis yang kita gunakan.

Bagaimana pula dengan setting di hosting situs online kita?
Sebagai ganti dari mengedit file hosts, lakukan setting subdomain – misalnya: situs_a.kunang.com, situs_b.kunang.com, situs_c.kunang.com – dan arahkan ke folder htdocs default kita di sana, plus folder drupalnya – misalnya: www/drupalbase (untuk ketiga situs).

Karena ini artikel tutorial saya yang pertama, adalah wajar jika setelah membacanya ada kebingungan di sana sini 🙂
Untuk itu, saya membuka diri jika ada yang ingin bertanya.

Categories: drupal, IT, multisite, pekerjaan Tags: , ,