Home > bisnis, IT, opensource > Open Source: dari sudut pandang seorang programmer freelancer

Open Source: dari sudut pandang seorang programmer freelancer

Menghadiri GCOS (Global Conference on Open Source), membuka mata saya atas banyak hal, meski di saat yang sama juga menimbulkan banyak pertanyaan baru yang belum terjawab. Pada dasarnya open source berarti kode program dibuka pada khalayak ramai, agar dapat digunakan, dimodifikasi, dan didistribusikan lagi oleh siapapun, entah berbayar ataupun tidak. Kode program yang telah dibuka itu untuk seterusnya akan berstatus sebagai open source, demikian pula turunannya. Pada kenyataannya ada berbagai varian lisensi open source yang sedikit berbeda satu sama lain, meski kurang lebihnya mirip dengan apa yang baru saja saya jelaskan, namun saya tidak akan membahasnya di sini.

Bagi negara-negara berkembang, open source software (selanjutnya saya singkat sebagai OSS) dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung kemajuan mereka. Dengan kode program yang dapat diperoleh secara cuma-cuma (meski ada pula OSS yang tidak cuma-cuma), setiap orang dapat memperoleh perangkat lunak dengan fungsi yang setara dengan perangkat lunak closed source berbayar yang selama ini biasa mereka gunakan. Kita dapat mengakses www.osalt.com untuk menemukan OSS padanan perangkat lunak closed source berbayar yang selama ini kita gunakan. Bagi negara berkembang, bila mereka dapat memanfaatkan OSS, secara umum akan ada banyak anggaran negara yang dapat dihemat. Tidak hanya negara, kita sebagai pengguna perangkat lunak dapat pula merasakan penghematan yang sama. Ini berkat OSS. Sisi positif lain dari OSS adalah, sebuah aplikasi sederhana, bila ternyata diminati dan didukung pengembangannya oleh orang banyak, bisa pula menjadi aplikasi yang jauh lebih baik dan kompleks, seperti halnya Linux.

Menilik lebih dalam OSS, saya sudah lama mengetahui, agar sebuah OSS dapat dikembangkan secara berkesinambungan, perlu dukungan banyak programmer dan kelompok besar komunitas. Pertanyaan saya selama ini adalah: dari mana para programmer dan komunitas itu mendapatkan dana untuk melanjutkan kegiatan mereka? Jawaban yang selama ini tersedia adalah: dari donasi pengguna, dan dari jasa yang mereka jual (jasa konsultasi penggunaan OSS, jasa rekayasa OSS, jasa pelatihan penggunaan OSS, dan jasa instalasi OSS). Jawaban itu tidak memuaskan saya. Saya tidak yakin bahwa akan ada banyak orang yang membeli paket jasa tersebut. Kebanyakan pengguna cukup mengunduh kode program yang disediakan, dan langsung menggunakannya, plus sedikit coba-coba terlebih dahulu bila diperlukan. Saya ragu apakah dari sumber dana yang saya sebutkan di atas itu akan tersedia sumber dana yang cukup untuk melangsungkan pengembangan OSS.

Sejauh yang saya tahu, memang ada berbagai macam ragam model pengembangan OSS.

Ada menggunakan model gotong royong (semua OSS pada hakekatnya gotong royong juga sih, tapi coba ikuti penjelasan saya sebentar). Gotong royong di sini artinya, ada banyak pihak yang memiliki kebutuhan yang sama, sebagian besar dari mereka memiliki kemampuan pemrograman yang mumpuni, sehingga mereka bisa saling bekerja sama membangun sebuah OSS, dan mereka bersedia melakukannya tanpa imbalan bayaran, karena merasa dengan terjawabnya kebutuhan mereka dalam bentuk OSS yang akan dihasilkan sudah merupakan imbalan nyata bagi upaya mereka.

Ada berasal mula dari inisiatif sebuah badan atau instansi untuk membuat sebuah OSS, yang setelah OSS tersebut jadi, kodenya dibuka. Modal awalnya datang dari si badan tersebut. Programmer awalnya digaji oleh badan tersebut. Bila kemudian terbentuk komunitas pengembang dan pengguna yang luas di luar sana, itu hal yang baik. Namun bila ternyata tidak terbentuk komunitas pengembang, maka setidaknya OSS masih bisa dikembangkan oleh programmer dari si badan tadi.

Ada yang memang sedari awal sebuah OSS dikembangkan dengan tujuan komersial, untuk digunakan sebagai alat memperoleh keuntungan. Biasanya OSS semacam ini dikembangkan oleh sebuah perusahaan, dan kemudian kode dilepas ke publik. Perusahaan tersebut kemudian menjual paket OSS tersebut dan kodenya dalam bentuk CD (walau tetap dapat diunduh langsung ke website mereka), juga menjual berbagai jasa seperti telah saya singgung di atas tadi. Contohnya adalah Canonical, perusahaan yang mengembangkan dan mensponsori penyebarluasan penggunaan Ubuntu.

Mungkin ada model pengembangan yang lain, tapi menurut saya tidak akan berbeda jauh dari yang sudah saya sebutkan di atas.

Banyak orang memandang Canonical beserta Ubuntu-nya adalah model ideal bisnis open source. Meski demikian, dalam artikel di majalah Guardian, Mark Shuttleworth (pemilik Canonical) menjelaskan bahwa hingga saat itu (2008), Canonical belum mencapai BEP (break even point). Sekedar informasi, Canonical mulai beroperasi semenjak tahun 2004.

Jika dalam kurun waktu 4-5 itu, sebuah perusahaan sebesar Canonical mungkin dapat bertahan tanpa menuai profit karena didukung modal yang besar, apa yang terjadi pada seorang freelancer bila dalam kurun waktu yang sama tidak menuai profit? Nah, melihat kenyataan itu, persoalan penting terkait open source ini bagi saya (dan mungkin bagi banyak programmer lepas yang lain, yang menggantungkan hidup dari jualan aplikasi) adalah, bila kami ingin mencicipi dunia open source, model bisnis seperti apa yang bisa kami gunakan?

Mungkin ada banyak referensi lain di luar sana yang terkait dengan model bisnis open source, yang tidak/belum saya ketahui. Oleh karena itu, tulisan ini saya akhiri di sini, dengan harapan menjadi bahan diskusi lebih lanjut untuk kita semua.

  1. zam
    02/11/2009 at 17:00

    Saya pengguna free dan open source, dan saya benar-benar terbantu dengan konsep free dan open source.. 😀

  2. 02/11/2009 at 17:02

    Sama dong, saya juga terbantu 🙂
    Tapi itu dari sisi user.

    Kalo dari sisi developer?

  3. siajun
    24/11/2009 at 10:24

    Yang mbonceng, Albert ya namanya?

  4. Iwan Prasetyo
    21/02/2010 at 18:01

    saya juga developer yang masih muda di dunia open source.
    boleh dikatakan baru 5 tahun saya resmi “berjualan” open source meski tidak 100%.

    Intinya saya cuma developer murni, tidak mau mainan hardware, yg hidupnya:
    1. dapet duit saat dapet proyek baru (jelas…simple)
    2. dapet “maintenance” (istilah favorit developer) dalam bentuk monthly fee –> asik…makan tidur GRaTiS dapet DuiT…

    Lha terus kalo open source, gimana bisa hidup? nah itu dia, saya belum memiliki konsep yang jelas. Entah bener atau salah yg penting dapet duit kenceng dan dapet bonus temen2, bisa jalan2 ke luar negeri GReToNG…makan2…dan bisa MeJeNG sesekali kalo pas diundang ke acara tertentu (BeLi rumah sendiri tanpa KPR hihihi) hehehe…jujur kali…tapi iya khan…

    trus..kenapa saya dapet support luar biasa dari pengembang resmi open source? sehingga dari orang luar (yg tidak mengenal saya) bisa tampak “wow..keren sekali…dalam sekali pemahamannya…”

    itu karena saya memiliki prinsip bisnis sederhana:
    “Bila saya terbantu oleh pihak lain dalam menyelesaikan sebuah bisnis, maka sekalipun pihak tersebut TIDAK MEMINTA BAGIAN UANG, saya tetap bersikeras membaginya…”

    yup…misal saya terbantu oleh Gambas dalam membuat sistem MRT hanging tag, atau spreading machine (robotik garmen…yg garmen gede pasti tau ini mesin apaan), maka saya secara konsisten akan mendonasikan 10% dari total netto yang saya dapatkan.

    Mengapa saya harus repot2 membagi? Toh tersedia GRATIS?
    itu karena saya berharap, alat2 itu akan berkembang dan kelak saya akan menggunakannya kembali lain waktu.

    Solusi win-win bukan?

    Sebab saya tidak ahli untuk mengembangkan hingga sedemikian rupa. Kemampuan pemrograman saya juga terbatas untuk kalangan developer produk OSS. Jadi yang bisa saya lakukan adalah:
    1. mempelajarinya
    2. mempromosikan & menjualnya
    3. mendonasikan dana setelah dapat keuntungan sebagai bentuk apresiasi

    Gimana? Manis bentuk kerja sama ini?
    Dari saya cuma sekelas GL accounting (hehehe 3 jt-an yah…), tiba2 saya bisa handle pabrik2 PMA & standard ISO bahkan ke tingkat custom ERP yang JALAN (bukan terbengkelai).

    Saya terangkat kehidupannya berkat OSS, dan saya pun akan berusaha mengangkat produk yang telah membantu kehidupan saya dan berharap kelak mereka akan menelurkan produk yang lebih advance lagi…

    Semoga…

    Just sharing bentuk bisnis OSS
    kalo ada yg kurang berkenan…SoRRy yah ^_^

    Salam hangat

    -Iwan P-

  5. 15/07/2010 at 22:41

    Mas Iwan, salam kenal 🙂

    Entah mengapa komentar Anda yang sangat menarik terlewatkan oleh saya. Ide Anda sangat menarik, dan patut dicoba.

    Tapi sekali lagi, itu dari sudut pandang pengguna OSS. Pertanyaannya masih sama, seandainya kita ada di posisi pembuat OSS, seperti apa model bisnis yang bisa kita rencanakan? Tentunya kita tidak bisa berharap semua pengguna OSS kita sebaik Mas Iwan, kan? 🙂

  1. No trackbacks yet.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: