Berkomunikasi dengan anak di dalam kandungan
Saat ini istri saya sedang mengandung 8 bulan. Dari membaca berbagai sumber bacaan dan juga atas saran teman2, sejak usia kandungan menjelang 6 bulan, kami mencoba mengajak bicara anak kami yang masih di dalam kandungan itu. Berikut adalah beberapa ceritanya.
===============
Semenjak si anak sering bergerak2 dan menendang2 (entah menendang atau menyikut, tidak ada yang tahu, habis nggak keliatan, hehehe), istri saya menjadi susah tidur. Tiap kali waktunya tidur, si anak masih saja aktif bergerak. Suatu ketika, saya mencoba memberi tahu si anak, “Nak, ini sudah malam, kalo malam, itu waktunya orang tidur. Berarti ini juga waktumu untuk tidur. Kalo mau main, besok masih bisa main lagi. Ok Nak?” Tak lama kemudian, si anakpun tidak lagi bergerak dan menjadi tenang.
===============
Istri saya kebetulan adalah seorang dokter gigi. Ketika si anak sudah mulai aktif bergerak, istri saya sering merasa geli, seperti digelitik dari dalam, katanya. Saat tiba waktu praktek, awalnya muncul kekuatiran bila saat menangani pasien, ia tertawa kegelian. Masak sedang serius merawat pasien ia tertawa sendiri? Akhirnya, tiap kali menjelang waktu praktek, ia ngomong pada si anak, “Nak, mami mau kerja dulu nih. Jangan nakal2 dulu lho. Kalo mau main, nanti abis praktek aja ya?” Dan ini manjur, si anak tenang2 saja waktu ia praktek. Setelah sekian lama, tanpa diberitahupun, si anak tetap tenang waktu istri saya praktek.
===============
Waktu memasuki usia kandungan bulan ke 6, saat tiba waktu kontrol ke dokter, kami dan si dokter berusaha mencari tahu jenis kelamin si anak. Tapi saat itu (seperti saat2 kontrol sebelumnya), si anak selalu bergerak aktif, bahkan selalu berusaha menendang alat USG yang dipegang si dokter. Upaya mengintip jenis kelamin si anak gagal. Pada waktu kontrol berikutnya, sebelum berangkat ke dokter, kami membujuk si anak untuk tenang, waktu diperiksa dokter. Dan kali ini, berbeda dari waktu2 kontrol sebelumnya, si anak tenang ketika diUSG. And, he’s a boy!
===============
Sekarang, tidak jarang kami mengajak si anak berbicara tentang bermacam hal. Misalnya, ketika bertemu dengan teman kami yang dikenal baik dan pandai, sepulangnya si teman dari rumah kami, kami menasehati si anak agar ketika besar nanti jadi baik dan pandai seperti si Om tadi.
Kami tidak tahu, sejauh mana apa yang kami katakan dapat ia pahami, meski dari beberapa pengalaman kami si anak tampak mengerti apa yang kami katakan. Harapan kami, semua hal baik yang kami katakan dan ceritakan kepadanya saat ini, masuk ke alam bawah sadarnya, dan menjadi panduan dia setelah ia besar dan dewasa nanti.