Archive
Kosa kata terkendali
If we cannot name it, we cannot control it, finance it, research it, teach it or develop public policies…
– Norma Lang, nursing professor –
Pada tulisan sebelumnya, telah disinggung soal interoperabilitas semantik. Interoperabilitas semantik mencoba memastikan bahwa data yang saling dipertukarkan dimaknai secara sama oleh pihak-pihak yang menggunakan data yang sama tersebut.
Berikut adalah kutipan komentar dari seorang dokter:
“If I’m sent an electronic note via email that notes “Allergy to MS”, is that interoperable? Of course MS could mean Morphine Sulfate, Magnesium Sulfate, or even Minestrone Soup.”
MS ternyata bisa dimaknai macam-macam, berarti dalam konteks cerita di atas MS tidak memenuhi syarat interoperabilitas semantik.
Sebuah sistem informasi berfungsi tidak hanya mengumpulkan dan menyimpan data, seperti misalnya keterangan “Allergy to MS” seperti di atas, namun juga mengelompokkannya sesuai keperluan. Agar data dapat dikelompokkan, data harus dapat dimaknai secara jelas terlebih dahulu. Dalam contoh di atas, apa itu “MS” harus jelas.
Seringkali tanpa kita sadari, bahasa yang kita gunakan sehari-hari mengandung banyak kerancuan. Beberapa contohnya:
- Sinonim: beberapa kata yang memiliki makna yang sama. Contohnya: demam dan pireksia.
- Polisemi: satu kata yang bisa memiliki beberapa makna. Contohnya: bisa, yang dapat bermakna “mampu”, dapat pula bermakna “racun”. Ada pula yang berupa singkatan, seperti “MS” di atas.
Dalam komunikasi antar manusia sehari-hari, kerancuan itu teratasi dengan adanya konteks. Namun komputer tak dapat mengenali konteks (baca: dalam tingkatan tertentu bisa tapi dengan usaha luar biasa). Penggunaan kode adalah cara agar komputer dapat memahami bahasa (manusia). Perlu ada daftar kode dengan makna yang jelas. Dalam bahasa Inggris, istilahnya adalah controlled vocabulary. Saya belum tahu apa padanan istilah tersebut dalam bahasa Indonesia. Kosa kata terkendali? Kita gunakan kosa kata terkendali saja ya. Saya terbuka untuk diberi masukan padanan kata yang lebih tepat.
Kosa kata terkendali berisi daftar kata (medis) yang dibatasi penggunaannya untuk keperluan tertentu. Dalam sebuah antarmuka elektronik, kosa kata terkendali muncul dalam daftar yang dapat dipilih oleh pengguna untuk mewakili satu kondisi nyata tertentu. Misalnya ada pasien dalam kondisi demam, maka kosa kata terkendali cukup mencantumkan salah satu istilah saja: demam atau pireksia, agar pengguna dapat memilih satu saja dari daftar kosa kata terkendali yang muncul. Dengan demikian, maka menjadi jelas bahwa ketika pengguna memilih “demam” dari kosa kata terkendali, maka yang dimaksudkan oleh pengguna adalah kondisi demam yang sedang dialami pasien. Tidak akan ada istilah lain dari kosa kata terkendali yang memiliki makna serupa. Kerancuan bahasa sehari-hari terhindarkan.
Karakteristik utama dari kosa kata terkendali:
- Ada satu set daftar kata yang terbatas, yang tidak ambigu, juga akurat.
- Kata-kata yang digunakan ditentukan dengan standar tertentu.
- Jika diperlukan penambahan kata/istilah, ada serangkaian proses tertentu yang harus dilakukan sebelumnya, sehingga biasanya penambahan kata baru tak dapat dilakukan seketika.
- Pengguna harus mengikuti pelatihan sebelum dapat menggunakannya.
Kosa kata terkendali adalah kunci penting untuk terwujudnya interoperabilitas antar sistem informasi kesehatan. Mengapa kosa kata terkendali penting? Kosa kata terkendali dapat digunakan untuk:
- Memberi standar istilah atas satu teks naratif.
- Mewakili hasil pengamatan atau hasil evaluasi.
- Mengkodekan hasil test (misalnya hasil test laboratorium).
- Mengenali dengan pasti berbagai jenis obat.
- Memudahkan pertukaran data secara real time.
- Memudahkan pengolahan dan analisis atas data, mendukung proses pengambilan keputusan.
Ada banyak contoh kosa kata terkendali yang sudah dikembangkan:
- Kosa kata terkendali untuk diagnosis: SNOMED CT, ICD-10, ICD-9-CM, ICPC-2
- Kosa kata terkendali untuk obat: ATC, NDA
- Kosa kata terkendali untuk laboratorium: LOINC
Sumber:
Coming to Terms: Scoping Interoperability for Health Care – Health Level Seven EHR Interoperability Work Group
HL7 E-Learning Course: Introduction to Vocabularies in Healthcare
Sedikit tentang interoperabilitas (dalam sistem informasi kesehatan)
Interoperabilitas adalah kemampuan dua sistem atau lebih untuk saling bertukar informasi, dan menggunakan informasi yang saling dipertukarkan tersebut. Kebutuhan akan interoperabilitas nyata di lingkungan fasilitas kesehatan yang menggunakan lebih dari satu sistem informasi. Sistem informasi rekam medis perlu dapat bertukar data dengan sistem informasi laboratorium, misalnya.
Interoperabilitas memerlukan satu set standar (atau banyak standar) untuk disepakati dan digunakan bersama oleh semua sistem informasi yang terlibat. Standar diperlukan agar data, di bagian manapun dari sistem informasi manapun, memiliki format dan makna yang sama. Dengan format dan makna yang sama, informasi dapat digunakan bersama oleh berbagai pihak yang terlibat dalam satu lingkungan kerja.
EHR Interoperability Work Group mengklasifikasikan interoperabilitas menjadi tiga:
– Interoperabilitas teknis: memastikan bahwa data dapat terkirim pada pihak-pihak yang berkepentingan, terlepas dari terstruktur atau tidaknya data yang dikirimkan tersebut.
– Interoperabilitas semantik: memastikan bahwa data dipahami secara sama oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terlepas dari mekanisme pengirimannya.
– Interoperabilitas proses: memastikan bahwa data terkirim pada saat yang tepat, dalam urutan yang tepat, dalam satu kerangka koordinasi kerja antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Untuk implementasi yang optimal dalam satu lingkungan kerja, ketiga klasifikasi interoperabilitas tersebut harus terwujud.
Namun ada yang membagi interoperabilitas hanya menjadi dua bagian saja: interoperabilitas sintaksis dan interoperabilitas semantik. Interoperabilitas sintaksis adalah tentang struktur atau format komunikasi data. Contoh standar interoperabilitas sintaksis adalah HL7 v2.x. Interoperabilitas semantik adalah tentang makna dari data yang dikomunikasikan/dipertukarkan, memastikan bahwa data yang dipertukarkan dimaknai secara sama oleh semua pihak/sistem yang saling bertukar data. Contoh standar interoperabilitas semantik adalah SNOMED CT atau LOINC. Tanpa interoperabilitas semantik, data dapat saling dipertukarkan, namun tak ada yang bisa memastikan penerima data akan memaknai data yang dikirimkan secara sama sebagaimana pihak pengirim data memaknainya.
Lalu bagaimana standar dibuat? Ada empat mekanisme yang mungkin dilakukan untuk terbentuknya sebuah standar.
1. Standar “ad hoc”.
Standar ini muncul ketika beberapa kelompok pengembang sistem informasi menyetujui secara informal untuk menggunakan seperangkat format yang sama, di mana kesepakatan tersebut tidak dipublikasikan secara meluas.
2. Standar “de facto”.
Standar ini muncul begitu saja ketika banyak pengguna sistem informasi yang terbiasa atau mengadopsi format yang sama.
3. Standar “de jure”.
Standar ini muncul ketika pemerintah menyusun, menetapkan, dan “memaksakan” implementasi seperangkat standar tertentu.
4. Standar berdasarkan konsensus.
Standar ini muncul dari hasil diskusi terbuka antara banyak pihak.
Sumber:
Coming to Terms: Scoping Interoperability for Health Care – Health Level Seven EHR Interoperability Work Group
HL7 E-Learning Course: Introduction to Healthcare Interoperability