Archive
Itaewon Class

[mengandung spoiler]
Itaewon Class menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anak muda sejak ia menghajar seorang pelaku bullying di sekolahnya hingga ia mencapai kesuksesan dengan usaha kedai makannya.
Dua tiga episode awal mengantar cerita dalam ritme cepat. Dalam episode-episode pembuka itu, kejadian yang dialami Park Saeroyi, si tokoh utama, menarik perhatian saya untuk terus mengikuti cerita.
Park Saeroyi yang berjuang mengembangkan kedai makanannya menghidupkan cerita dengan aneka pelajaran mengenai nilai hidup dan kerja keras. Berwarnanya jalan cerita jelas juga atas dukungan karakter-karakter lainnya dalam serial ini.
Oh Soo-ah – cinta pertama Saeroyi – tidak sekuat dan seberani Saeroyi. Meski demikian pilihan-pilihan jalan hidup yang diambil Soo-ah dimaklumi Saeroyi. Jo Yi-seo yang kemudian hadir sebagai manajer kedai makanan Saeroyi (ia cerdas!), melengkapi hubungan cinta segitiga mereka. Choi Seung-kwon mantan preman, Ma Hyun-yi koki transgender, dan Kim Toni orang kulit hitam berdarah Korea memungkinkan munculnya mini story-arc.
Jang Dae-hee pemilik grup Jang Ga, menjalani masa muda yang berat. Setelah meraih kesuksesan ia menjadi sosok yang kuat dan berpengaruh. Banyak orang yang memilih takluk padanya. Saeroyi menjadi sosok yang berbeda di mata Dae-hee. Ia terpancing untuk melakukan banyak hal demi melihat Saeroyi takluk padanya.
Dalam serial ini ada dua tokoh pendukung yang menarik perhatian saya.
Yang pertama adalah Park Sung-yul, ayah Saeroyi, mantan manajer di grup Jang Ga. Kehadirannya singkat saja, tapi pengaruhnya mewarnai sepanjang cerita. Saya sangat terkesan dengan adegan “pertemuan kembali” Saeroyi dengan si ayah. Pembicaraan mereka di masa lalu “diputar ulang” dengan situasi yang baru.
Yang kedua adalah Lee Ho-jin, korban bullying di masa sekolah, yang kemudian dengan caranya sendiri bangkit mendukung Saeroyi di balik layar. Tanpa Ho-jin, jalannya cerita tak akan sama.
Tokoh Kim Soon-rye, si nenek “lintah darat”, sebetulnya menarik juga andaikan tidak terlalu banyak kebetulan yang menyertai kehadirannya di cerita.
Serial ini menghadirkan banyak detil yang menarik untuk disimak. Saya suka serial ini.
Reply 1988

[Mengandung spoiler]
Dari saran beberapa teman, beberapa minggu lalu saya dan istri memutuskan mulai menonton serial ini.
Saya sudah membaca sebelum menonton bahwa serial ini bertema kehidupan bertetangga sehari-hari. Terus terang pada awalnya saya sempat memandang remeh serial ini. Oh betapa salahnya saya..
Mirip dengan kebanyakan serial lain, serial ini dimulai dengan mengenalkan tokoh-tokoh dan setting ceritanya. Karena tokohnya cukup banyak, sesi perkenalan ini butuh waktu (dan kesabaran para penontonnya). Serial ini berlatar tahun 1988 (dan kemudian 1994, dinarasikan dari sudut pandang sekarang – 2015) di sebuah gang di Ssangmun-dong pinggiran kota Seoul.
Saya mendapati betapa penggambaran hidup bertetangga dalam serial ini luar biasa mirip dengan yang saya (dan mungkin banyak penonton lain) alami dulu. Saling kirim makanan antar tetangga dengan anaknya yang diminta antar, anak yang saling bertandang ke rumah masing-masing sekedar untuk numpang nonton TV, ibu-ibu yang saling berbagi gosip – dan kadang beban hidup, juga teman-teman yang saling bantu (dan ejek). Sampai di situ mungkin banyak serial atau film lain yang menggambarkan situasi serupa.
Detil penggambaran suasana era itu memang adalah salah satu kekuatan Reply 1988. Kirim-kirim salam lewat radio, merekam lagu dari kaset teman, kaos nomor 23 milik Jordan, model rambut keriting khas ibu-ibu zaman itu ada di antaranya.
Tapi kekuatan sejati Reply 1988 adalah pada kedalaman pesan yang disampaikan. Detilnya sangat kaya, dan dalam jumlah yang nyaris tak terhitung, karena diceritakan sepanjang serial berjalan.
Ada banyak hal kecil yang diceritakan lewat gambar, tanpa kata.
Menjelang pernikahannya, Sung Bo-ra membelikan ayahnya sepatu baru. Berkali-kali sang ayah menyatakan betapa pas sepatu yang dibelikan putrinya itu. Tapi terlihat jelas (oleh penonton) di pada hari pernikahan bahwa ternyata sepatu itu terlalu besar ukurannya.
Pada adegan lain, digambarkan Bo-ra tinggal di asrama/indekos untuk persiapan ujian. Orang tuanya mengirimkan makanan untuknya. Diperlihatkan Bo-ra makan sepanci kepiting, dan pada adegan selanjutnya orang tuanya dengan bahagia makan sewadah kaki kepiting yang kecil-kecil.
Kim Jung-hwan yang cenderung serius dan pendiam suatu ketika bersedia memberikan candaan “Presiden Kim!” khas ayahnya pada si ayah ketika si ayah sedang marah untuk mencairkan suasana rumah.
Ada banyak sekali yang seperti ini, juga yang diwujudkan dalam kata-kata, termasuk voice-over tokohnya. Akumulasi dari penggambaran seperti ini menjadikan Reply 1988 luar biasa.
Bagaikan supermarket yang serba lengkap, serial ini menyajikan aneka hal tentang relasi antar manusia: antar tetangga, antara adik – kakak, antara anak – orang tua, antara murid – guru, antar teman, antar sepasang kekasih.
Jadi, tidak tepat jika dikatakan serial ini melulu soal nostalgia 80an.
Jika ada teman atau kerabat yang menyarankan untuk menonton serial ini, saya menyetujui saran itu. Serial ini lebih dari layak untuk ditonton.
Jangan lupa, nantikan suara kambing yang terdengar ketika terjadi situasi konyol 🙂