Archive
Fritz Haber
Mungkin tidak banyak di antara kita yang tahu siapa Fritz Haber. Saya juga selama ini tidak tahu. Saya baru tahu minggu lalu, setelah dijelaskan anak lanang.
Percaya pada Tuhan
Anak lanang tidak tertarik ikut Sekolah Minggu. Dulu waktu usia PG/KB ia pernah ikut SM barang beberapa kali. Tapi kemudian ia bilang tidak lagi mau ikut SM. Alasan dia cukup masuk akal buat kami: menurut dia kakak-kakaknya SM banyak yang nakal, dia kuatir jadi ikut nakal. “Kakak” yang dia maksud di sini bukan kakak guru SM, tapi istilah buat teman-temannya sesama murid SM, kebetulan memang dia termasuk yang paling muda di situ. Duh, kayak dia nggak ada nakal-nakalnya aja..
Kami menerima alasan dia itu. Sebagai gantinya ia bersedia ikut kebaktian dewasa. Ketika dia masuk kelas 1 SD, kami tawari lagi untuk ikut SM, dia sempat bersedia ikut beberapa kali bahkan sempat ikut acara Natal SM. Tapi sesudah itu dia tidak mau lagi, dengan alasan yang sama dengan sebelumnya.
Akhirnya kami membuat kesepakatan. Dia tetap ikut kebaktian dewasa dan dia harus mencatat ayat yang dibacakan dan ringkasan khotbah – tentu saja sejauh pemahaman dia. Jika dia tidak lagi mau mencatat, dia harus berangkat ke SM. Maka demikianlah yang berlangsung hingga hari ini, termasuk ketika tiap Minggu kami mengikuti ibadah secara virtual.
Catatannya menarik, meski tulisan tangannya tidak (duh..). Kami kadang malah merasa belajar sesuatu dari catatan dia, melihat dari sudut pandang anak-anak.
Ada satu atau dua catatan yang isinya ringkas saja: “tidur mohon maaf”. Itu ceritanya dia ngantuk berat, malamnya susah tidur, terus minta izin pada kami untuk tidur waktu khotbah (mohon dimaapkan Pak/Bu Pendeta).

Ada banyak kali ketika ia merasa isi khotbah agak rumit dan ia enggan berupaya mencerna isinya sebisanya, ia menuliskan catatan sederhana saja yang intinya: “kita harus percaya pada Tuhan”. Saking seringnya ini terjadi, kadang sampai kami kasih peringatan, “Nanti nulisnya jangan ‘kita harus percaya pada Tuhan’ lho. Dengerin dulu baik-baik khotbahnya, baru ditulis yang lebih jelas.”
Tapi hari-hari ini saya memikirkan lagi dan mendapati betapa benar catatan dia yang super sederhana itu: “kita harus percaya pada Tuhan”. Di masa yang tak mudah untuk dijalani ini, betapa kita semua diingatkan lagi untuk tetap percaya kepadaNya, percaya pada perlindungan dan penyertaanNya.
Terimakasih Nak.
Obrolan Anak Lelaki dan Ayahnya
Hubungan antara anak lelaki dan ayahnya tidak jarang seperti hubungan antara dua bocah lelaki, hanya saja yang satunya punya trik dan pengalaman lebih banyak. Kadar keisengan antara keduanya tak jauh beda, hal-hal yang diminatinya juga mirip-mirip saja, misalnya seputar mainan.
Baru saja saya ngobrol panjang dengan anak lanang saya. Bermula dari soal kerennya Lego Bionicle, berlanjut dengan soal Kungfu Panda 3 dan cerita dia soal pertemanan di sekolahnya, dan diakhiri dengan doa Bapa Kami bersama #eh 🙂
Sebelum tidur dia bilang, “Asyik ya ngobrol kayak gini sama Papi..”
Saya juga bilang, “Memang asyik..”
Dia bilang, “Tapi kalo besok kayaknya Papi gak bisa, kan Papi kerja..” (belakangan ini memang saya punya pekerjaan yang harus dikerjakan sampai malam)
Dia lanjutkan, “Mungkin bisa lagi minggu depan.” (maksudnya Sabtu – Minggu depan)
Saya jawab, “Ok!”
Obrolan seperti tadi memang bukan kejadian satu-satunya. Juga bukan kejadian yang jarang terjadi. Tapi komentar dia soal asyik itu memang baru sekali ini terucap. Dan itu menyentuh hati saya #eh
Kita akan ngobrol banyak lagi anakku. Masih ada banyak hal yang kita bisa obrolkan bersama. Soal mainan, soal buku (kalo ini sih kesukaan Papi ya..), soal keisengan-keisengan yang mungkin bisa kita lakukan bersama (dan mungkin bikin Mami ngomel-ngomel, hehehe), dan banyaaaaak soal lain, termasuk soal cewek (suatu hari nanti ya…).
Sekarang tidurlah dahulu, keasyikan sehari di sekolah sudah menantimu esok hari.
Bagan Silsilah Keluarga
“Oh berarti kamu itu cucu dari adiknya kakek saya..”
“Rupanya ibu saya dan suami sepupu saya punya marga (nama keluarga) yang sama..”
Sudah dua kali saya diminta (dan setengah mengajukan diri, karena merasa berminat) untuk menyusun data dan bagan silsilah keluarga. Kali pertama hampir 10 tahun yang lalu, untuk keluarga saya, dari pihak ayah dan ibu. Lalu kali kedua baru saja tahun ini, untuk keluarga besar istri saya.
Ilmu mengumpulkan data silsilah keluarga ini dikenal dengan nama genealogi.
Bagi saya, silsilah keluarga adalah hal yang menarik. Dari situ saya bisa lebih mengenal anggota-anggota keluarga dan menelusuri hubungan antar kerabat. Orang-orang yang sering saya lihat hadir dalam acara-acara keluarga namun belum saya kenal, jadi bisa dikenal dengan tahu nama dan hubungan kekerabatannya dengan saya. Data yang tadinya kebanyakan hanya tersimpan dalam memori orang – dan akan tergerus dengan makin pudarnya daya ingat – dapat dilestarikan. Tidak jarang potongan-potongan data tentang satu hal dikumpulkan dari beberapa sumber. Sangat menyenangkan ketika data sudah terkumpul cukup lengkap dan akhirnya tergelar dalam bentuk daftar dan bagan.
Dalam sejarah, data silsilah banyak digunakan dalam keluarga-keluarga bangsawan, untuk menentukan hak atas kekuasaan dan jabatan di antara mereka. Tidak jarang dalam satu keluarga dengan nama marga yang sama, diciptakan simbol keluarga, seperti coats-of-arms atau dalam bentuk panji-panji bertuliskan karakter nama marga yang dibawa ketika berperang.
Dalam pengalaman saya, yang dikumpulkan terutama hanya data-data pribadi yang penting, seperti nama diri, nama keluarga, foto diri, tempat tanggal lahir, tempat tanggal meninggal (bila telah meninggal) beserta data-data yang sama dari pasangan (istri/suami) dan anak-anaknya. Bila ada, bisa pula disertakan tanggal pernikahan, pekerjaan, data kontak (alamat, no telepon, dll). Tidak jarang dari leluhur yang telah lama meninggal, data yang pentingpun hanya tersedia sebagian saja, misalnya hanya diketahui nama panggilannya saja, nama lengkapnya tidak ada yang tahu. Dari 2 silsilah yang telah saya susun, saat ini saya telah berhasil mengumpulkan data dari 5 generasi, yang secara total meliputi hampir 500 data pribadi, meski tidak semuanya lengkap.
Ada banyak software yang bisa digunakan untuk membantu kita mengumpulkan data silsilah ini. Setelah mencoba beberapa, salah satu di antaranya yang akhirnya saya gunakan adalah Family Tree Builder.
Gara-gara saya mengumpulkan data silsilah ini, saya jadi tahu bahwa keluarga Gan Peng (atau singkatnya keluarga Gan) juga mencoba menyusun silsilah keluarga mereka. Data yang berhasil dikumpulkan sudah mencapai ribuan orang dan meliputi 13 generasi, jumlah yang luar biasa menurut saya. Ketika membaca buku silsilah keluarga Gan ini – yang dari namanya kita bisa tebak berasal dari Cina, saya sempat heran ketika mendapati wajah-wajah dan nama-nama orang keturunan Arab. Rupanya, pada suatu masa dahulu ada beberapa anggota keluarga Gan yang menikah dengan orang Arab, dan dari situlah muncul keturunan-keturunannya yang berwajah dan bernama khas Arab. Keluarga Gan telah beberapa kali mengadakan acara reuni, dan banyak anggota keluarga Gan dari berbagai tempat (bahkan dari berbagai negara) dan berbagai latar belakang budaya hadir.
Tapi yang paling hebat, bahkan hingga masuk dalam Guinness Book of Records, adalah silsilah keluarga Konfusius yang meliputi 80 generasi, yang telah dicatat mulai 2.500 tahun yang lalu. (Referensi: http://www.china.org.cn/china/features/content_16696029.htm, http://news.xinhuanet.com/english/2008-02/16/content_7616027.htm, http://en.wikipedia.org/wiki/Family_tree_of_Confucius_in_the_main_line_of_descent)
Mau mencoba mencatat data silsilah keluarga juga?