Archive
Kaya Raya
London, 1986.
Serombongan tamu berwajah oriental masuk ke satu hotel yang sangat mewah di London. Mereka terdiri dari tiga orang wanita dewasa dan tiga anak remaja yang saling bersepupu. Semuanya basah kuyup setelah berjalan sekian blok di bawah derasnya hujan. Felicity Leong, salah satu wanita dewasa dalam rombongan itu, sebelumnya memutuskan bahwa adalah sebuah pemborosan bagi mereka untuk menyewa taksi dari Stasiun Piccadilly menuju hotel yang hanya sekian blok saja.
Reginald Ormsby, manajer hotel itu, merasa kesal melihat hotelnya menjadi kotor oleh tamu-tamu yang basah kuyup itu. Ketika Eleanor Young menjelaskan bahwa mereka punya reservasi di hotel itu, Ormsby terkejut. Ia tak menyangka Eleanor Young yang membuat reservasi itu rupanya tamu berdarah China, yang saat ini mengotori hotelnya. Menurut Ormsby, hotel itu terlalu berkelas untuk menerima tamu semacam itu. Ia bersikeras tidak ada informasi reservasi atas nama Eleanor Young.
Rombongan tamu itu merasa bahwa mereka sedang diperlakukan tidak adil oleh si manajer hotel. Melalui telepon umum di seberang hotel, Felicity menghubungi suaminya, Harry, menceritakan kesulitan yang dialaminya. Rupanya Harry pernah main golf bersama si pemilik hotel, bangsawan Inggris tulen yang keluarganya telah memiliki hotel itu sejak berabad silam. Harry berjanji pada istrinya bahwa ia akan mengatasi persoalan itu.
Tak lama setelahnya, Felicity beserta rombongan kembali memasuki hotel. Ia menegaskan bahwa ia telah membuat reservasi dan mereka akan menginap di situ. Sebelum Ormsby sempat mengatakan sesuatu, ia melihat sang pemilik hotel masuk ke hotel. Sang pemilik hotel menjelaskan bahwa kamar untuk tamu-tamu dari Asia itu perlu segera disiapkan. Dan ia memberikan satu informasi tambahan: malam itu juga ia telah menjual hotelnya dengan harga bagus, pada Harry Leong, seorang pengusaha dari Singapura.
======
Beberapa waktu lalu saya membaca novel Crazy Rich Asians, karya Kevin Kwan. Novel itu dibuka dengan kisah seperti saya ceritakan ulang di atas. Novel ini (dan juga novel lanjutannya: China Rich Girlfriend dan Rich People Problems) menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga Cina superkaya dari Singapura. Kisah pembuka novel ini menggambarkan kekhasan orang China kaya: mereka bisa amat pelit di satu hal, tapi amat royal di lain hal.
Kondisi hidup berkelimpahan materi bisa dibilang asing bagi kebanyakan kita, termasuk saya. Bisa memiliki sebuah rumah dan sebuah mobil sudah bisa kita anggap sebagai sebuah hidup yang berkecukupan. Namun rupanya ada sebagian orang yang amat sangat berkelimpahan materi. Mereka amat sangat kaya hingga bisa makan pagi di Singapura, makan siang di Hong Kong, dan makan malam di Bali. Kekayaan mereka memampukan mereka untuk membuat properti keluarga yang mereka miliki tidak nampak di Google Maps. Mereka cukup kaya untuk bisa membuat editor majalah gosip bersedia membatalkan pemuatan berita gosip atas skandal sanak keluarga mereka.
Novel ini menceritakan juga bagaimana hubungan sosial antar orang kaya terbentuk dan dijaga, bagaimana mereka memilih besan dan para menantu, dan juga bagaimana orang-orang kaya itu menjaga citra diri dan keluarganya.
Sekilas tampak nyaman dan menyenangkan, hidup sebagai orang kaya. Namun memang benar, rumput tetangga tampak lebih hijau. Orang kaya juga tidak lepas dari masalah yang harus diatasinya dari waktu ke waktu. Orang kaya, sebagaimana orang yang tidak kaya, tetap menghadapi masalah yang sama: bagaimana merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Ini disampaikan dengan baik oleh rangkaian novel ini.
Novel ini cocok untuk hiburan ringan, mengisi waktu santai. Tapi hati-hati, sekali mulai membaca, rasanya akan sulit untuk berhenti sebelum novel ini usai, setidaknya itu pengalaman saya.
Novel ini juga sedang difilmkan, dan akan tayang akhir tahun ini.
Buku tutorial pemrograman
Tadi sore, saya ditanya oleh seorang teman, “Kalo mau belajar CakePHP, biasanya pake buku apa ya?”. Pertanyaan sederhana, tapi saya kesulitan menjawabnya. Tersadarlah saya, bahwa sudah sekian tahun lamanya, saya tidak membeli buku tutorial pemrograman. Sekarang, ide membeli buku tutorial terdengar aneh bagi saya.
Saya masih ingat, sekitar 10 tahun yang lalu, seorang teman memiliki sebuah buku tentang PHP, berbahasa Inggris (waktu itu buku PHP berbahasa Indonesia belum ada). Buku itu menjadi semacam kitab keramat bagi kami. Forum di internet yang membahas PHP belum semarak sekarang. Untuk sekedar menggandengkan webserver atau database dengan PHP saja masih perlu perjuangan, setting sana setting sini. Buku itu menyajikan hampir semua jawab atas pertanyaan kami tentang PHP. Sampai akhirnya beberapa waktu kemudian, saya dan teman2 hafal urutan bab2nya. 10 tahun yang lalu, buku tutorial penting sekali.
Waktu berjalan, akses internet semakin mudah dan murah, kandungan informasi di internet juga semakin padat. Saya tidak pernah lagi membeli buku tutorial pemrograman. Salah satu sebabnya, karena buku semacam itu cepat usang informasinya, tidak jarang malah sudah usang dalam hitungan bulan. Informasi terbaru selalu tersedia di internet. Berkat Google, informasi apapun mudah dan cepat sekali ditemukan.
Saya jadi ingin tahu, apakah buku2 tutorial yang banyak dipajang di toko buku itu laris terjual? Jika tidak, mengapa masih banyak ditawarkan? Atau memang masih ada banyak orang yang membutuhkan buku2 tutorial itu? Yang mungkin belum menikmati akses internet sebanyak saya?
Yang jelas, akhirnya jawaban yang saya berikan pada si teman tadi, “Wah, saya tidak pernah beli buku soal CakePHP. Dulu saya cari manualnya di internet, dan kemudian saya belajar dari manual itu.”
Ulasan singkat tentang Outliers
Baru 2 hari yang lalu saya menyelesaikan membaca buku Outliers, hasil pinjaman dari teman saya, Dindit. Apakah Outliers itu? Outlier dalam ilmu statistik bisa kita artikan sebagai pencilan (masih ingat istilah statistik yang satu ini?). Pencilan adalah data yang terletak di luar (terpisah dari) kumpulan data-data lainnya. Biasanya, dalam perhitungan statistik tertentu, data ini diabaikan. Dalam konteks buku ini, outliers dipahami sebagai orang-orang atau kejadian-kejadian yang istimewa, yang seperti halnya pencilan tadi, terletak di luar kumpulan data-data yang lain, sehingga orang-orang atau kejadian-kejadian ini tampak menonjol.
Kembali ke buku Outliers, menurut saya, buku itu menarik. Seperti biasanya, saya menganggap suatu buku menarik jika buku itu menawarkan sudut pandang yang berbeda dari yang biasa kita (atau setidaknya saya) gunakan. Buku karya Malcolm Gladwell (yang juga mengarang The Tipping Point dan Blink!) ini mengajak kita melihat bahwa penyebab terjadinya suatu hal, tidak melulu seperti yang kita duga selama ini. Dengan harapan agar penjelasan yang mungkin tidak jelas ini menjadi lebih mudah dipahami, saya akan cukilkan sebuah contoh dari buku tersebut.
Ketika kita melihat sekumpulan anak bertanding hoki di sebuah liga antar sekolah, kita biasa menganggap bahwa anak-anak itu tentulah yang paling berbakat dari antara anak-anak di sekolah mereka masing-masing. Namun, benarkah demikian? Apakah bakat atau kemampuan adalah satu-satunya parameter yang berpengaruh atas terpilihnya mereka masuk dalam tim sekolah mereka? Ternyata tidaklah demikian. Ada faktor lain yang jauh lebih dominan daripada itu, yaitu tanggal lahir. Buku ini tidak mengarahkan kita untuk membahas astrologi, tentu saja 🙂 Buku ini hanya menunjukkan pada kita bahwa sebagian besar dari anak-anak yang bertanding itu lahir pada antara bulan Januari hingga Maret. Ketika diselidiki lebih jauh, ternyata pola yang sama dijumpai pula pada atlet-atlet hoki profesional. Ada apa dengan mereka yang lahir pada bulan Januari hingga Maret?
*Sebelum berlanjut lebih jauh, penting untuk diketahui bahwa di Kanada (dimana cerita ini terjadi), satu angkatan anak sekolah terdiri dari mereka yang lahir antara bulan Januari hingga Desember pada tahun yang sama. Ini sedikit berbeda dengan di Indonesia, dimana satu angkatan anak sekolah terdiri dari mereka yang lahir antara bulan Juli hingga Juni tahun berikutnya.
Pada anak-anak, perbedaan fisik antara mereka yang berselisih lahir 6 bulan atau lebih cenderung tampak jelas. Mereka yang lahir 6 bulan (atau lebih) lebih awal, tentu saja akan tampak lebih tinggi, lebih tegap, dan lebih kuat. Contoh ekstremnya, kita bisa bandingkan antara mereka yang lahir pada bulan Januari dan mereka yang lahir pada bulan Desember pada tahun yang sama. Tentu saja mereka yang lahir pada bulan Januari, hampir satu tahun lebih awal, akan tampak lebih tinggi, tegap, dan kuat. Ketika diadakan seleksi untuk tim hoki sekolah, tentu saja pelatih dan pemandu bakat akan melihat anak-anak yang lahir pada bulan-bulan awal (katakanlah, Januari sampai Maret) sebagai anak-anak yang lebih mampu dan siap secara fisik untuk disertakan dalam tim dan dilatih lebih keras. Keunggulan fisik, dan kemudian ditambah dengan keunggulan jumlah latihan yang diterima, semakin memperlebar jarak kemampuan antara mereka yang lahir pada bulan-bulan tersebut dengan rekan-rekannya yang lain. Tentu saja, ada anak-anak yang lahir pada bulan lain yang ikut masuk dalam tim yang sama, tapi jumlah mereka tidaklah banyak, meski sebetulnya, jika dibandingkan dengan anak yang benar-benar seusia, kemampuan dan bakat mereka bisa jadi lebih baik. Ini menunjukkan bahwa, untuk menjadi atlet hoki profesional yang hebat, bakat dan kemampuan saja tidaklah cukup. Kita juga perlu beruntung untuk lahir pada bulan tertentu.
Pola seperti ini juga terjadi pada banyak hal-hal lain. Buku ini memberikan beberapa contoh yang menarik, yang mampu mengajak kita untuk melihat suatu peristiwa dari sudut pandang yang benar-benar berbeda. Tahukah Anda, bahwa ada hubungan antara latar belakang budaya dan kewarganegaraan dengan tingkat kecelakaan pesawat? Tahukah Anda, bahwa ada hubungan antara keberhasilan beberapa orang di bidang teknologi informasi (Steve Jobs, Bill Gates, Steve Balmer) dengan tahun dan tempat lahir mereka? Tahukah Anda, mengapa orang Asia Timur (Cina, Jepang, dan Korea) cenderung berbakat dalam matematika?
Bagi saya, buku ini menunjukkan pada kita bahwa selain dengan bekerja keras, untuk berhasil juga diperlukan peluang dan momentum (yang mungkin ada di luar kendali dan kekuasaan kita) yang benar-benar tepat. Tersedianya peluang dan momentum saja, tanpa kerja keras kita untuk memanfaatkannya, juga tidak akan menghasilkan apa-apa.
Semoga ulasan singkat ini bermanfaat.