Tidak Percaya?
Saat kita pergi ke bank, bank manapun, untuk membuat rekening baru, pastilah KTP kita akan dipinjam. Suatu hal yang normal. Tidak ada yang aneh di situ.
Saat kita pergi check-in, sebelum menumpang sebuah pesawat, pastilah tiket kita akan diminta petugas loket. Normal. Sudah sewajarnya.
Ada banyak kegiatan di sekitar kita, di mana kita diminta entah kartu pengenal lah, atau secarik kertas berisi keterangan sesuatu yang sudah disahkan petugasnya lah. Ini hal yang sering kita jumpai, dan bukan sesuatu yang aneh bagi dunia kita saat ini.
Saya juga menganggapnya demikian. Sampai suatu ketika, saya merasa melihat sesuatu di balik itu. Saya berkesimpulan bahwa itu semua dilakukan (permintaan kartu pengenal, atau kertas keterangan apa lah itu tadi) karena pada dasarnya manusia tidak percaya pada sesamanya, dan seringkali memang manusia tidak bisa dipercaya sesamanya.
Untuk tahu nama resmi seseorang, mestinya cukup bagi seorang petugas bank untuk langsung menanyakannya pada si pemilik nama. Tapi mungkin pihak bank tidak mempercayainya, dan lebih memilih untuk percaya pada secarik kertas yang disebut KTP, untuk membaca langsung nama si pemilik kartu itu di situ.
Untuk tahu apakah seseorang benar telah membayar sejumlah uang untuk jasa naik pesawat untuk tujuan tertentu, mestinya petugas loket check-in cukup menanyakannya pada si calon penumpang, benarkah ia telah membayar jumlah yang dimaksud. Tapi selama ini bukan itu yang terjadi kan? Secarik tiket perlu ditunjukkan agar petugas loket percaya. Bahkan bila si calon penumpang telah membayar uang jasa perjalanan itu (bukan uang tiket, saya rasa, yang dibeli kan bukan tiketnya, tapi jasa perjalanannya), namun kehilangan tiket yang diberikan padanya, sudah merupakan hal yang biasa terjadi bila ia tidak diizinkan menaiki pesawat.
Seandainya, bila kita saling percaya, ada banyak biaya yang dapat dihilangkan. Biaya pembuatan tiket tidak lagi diperlukan, bila petugas percaya pada calon penumpang. Pembuatan SIM (kartunya) tidak perlu lagi, karena polisi yang bertugas cukup bertanya pada pengendara kendaraan manapun apakah ia telah lulus uji mengendarai kendaraan. Dokumen sewa bangunan yang rumit, yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, tidak lagi diperlukan, karena kedua pihak cukup menyepakati saja hal-hal yang penting, dan kemudian saling percaya bahwa pihak yang lain akan melakukan hak dan kewajibannya sesuai kesepakatan. Contoh-contoh lain mestinya dapat kita tambahkan sendiri.
Sebuah utopia?
Satuju: manusia tidak bisa percaya pd semua sesamanya dan tidak semua manusia bisa dipercaya.
ada orang jahat ada orang baik….
makanya aturan ada dibuat, catat mencatat itu ada,
perjanjian ditandatangani. 🙂